Ketua FRI Harap BIN Kedepankan Otoritas Kampus

Jakarta | Jurnal Asia

Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Dwia Aries Tina Pulubuhu mengakui, Badan Intelijen Negara (BIN) memiliki kewenangan untuk mencegah dan menangani radikalisme di seluruh Indonesia, termasuk kampus. Kendati begitu, dia meminta BIN tetap mengedepankan hak otoritas kampus.

“Yang kami inginkan BIN harus koordinasi lebih awal dengan otoritas kampus. Karena sesungguhnya radikalisme musuh bersama. Musuh kampus juga, yang harus dilawan,” kata Dwia, Selasa (12/6).

Dwia juga meminta kepada semua pihak untuk tidak melabeli semua kampus sebagai sarang radikalisme. Sebab, menurut dia, isu radikalisme di kampus muncul karena ada oknum yang memanfaatkan situasi kampus.
Dwia menegaskan, saat ini memang perlu ada penelitian yang akurat untuk mendapatkan data situasi riil di setiap kampus. Namun, tentunya harus sepengetahuan dan melibatkan unsur internal kampus.

“BIN tentu punya metode dan strategi khusus. Jika sudah ada indikasi atau fakta riil radikalisme masuk kampus pasti BIN akan turun. Tapi intinya kedepankan hak otoritas kampus,” tegas Dwia yang juga menjabat sebagai rektor Universitas Hasanuddin Makassar.

Sementara itu, menyikapi rencana kebijakan Kemenristekdikti yang akan mendata nomor handphone dan akun media sosial dosen dan mahasiswa, Dwia menilai itu boleh-boleh saja, jika Undang-undang (UU) Terorisme telah disahkan.

Tetapi, dia pun menekankan, yang berhak untuk disadap atau dilacak hanya sivitas akademika yang telah terindikasi radikalisme atau ekstremisme.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meminta BIN masuk ke kampus-kampus. Hal ini dikatakan Bambang menindaklanjuti data yang didapat pemerintah terkait sejumlah perguruan tinggi yang mahasiswanya sudah terpapar radikalisme.

“Saya mendorong Komisi I untuk menggerakan BIN untuk menyebar ke kampus apakah informasi itu benar adanya atau hanya isapan jempol,” kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu
Sementara itu, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir akan melakukan monitoring kepada para dosen dan mahasiswa menyusul maraknya temuan radikalisme di kampus. Salah satu pengawasan yang akan dilakukan yaitu dengan mendata nomor handphone dan akun media sosial milik dosen dan mahasiswa.

“Kami lakukan pendataan. Dosen harus mencatat nomor handphone yang dimiliki. Mahasiswa medsosnya dicatat. Tujuannya agar mengetahui lalu lintas komunikasi mereka itu seperti apa dan dengan siapa,” ungkap Nasir, beberapa waktu lalu.
(rep|swm)

Close Ads X
Close Ads X