50 Dosen dan Staf Kopertis Terima Satyalancana | Dosen PTS di Sumut Harus Lebih Produktif

Medan – Sebanyak 50 dosen perguruan tinggi swasta di lingkungan Kopertis Wilayah I Sumatera Utara menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya 10 tahun, 20 tahun, serta 30 tahun. Selain dosen, terdapat dua staf administrasi Kopertis yang juga mendapat penghargaan yang ditandatangani Presiden RI Ir Joko Widodo.

Piagam penghargaan Satyalancana Karya Satya diserahkan Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut Prof Dian Armanto pada upacara bendera peringatan Hari Ulang Tahun ke-72 RI di kantor Kopertis Jalan Setia Budi Medan.

Dikatakannya, Satyalancana Karya Satya diserahkan sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada para pihak yang telah berkontribusi bagi pengembangan dan memajukan pendidikan nasional.

“Saya herapkan penghargaan itu dapat menjadi sebuah pemicu untuk dapat terus memajukan pendidikan di Sumut serta berkontribusi dalam membangun masa depan bangsa Indonesia,” kata Prof Dian Armanto, akhir pekan kemarin.

Tahun ini, untuk PTS Sumut penghargaan Satyalancana Karya Satya 30 tahun diberikan kepada 17 dosen, sementara penghargaan atas pengabdian selama 20 dan 10 tahun masing-masing diberikan kepada 25 dan 10 orang.

Penghargaan itu diterima dosen DPK Kopertis Wilayah I yang bertugas di UMA, UISU, Universitas Quality, Stikes Sumut, STIE Harapan, Universitas Asahan, Akbid Helvetia Medan, Universitas Methodist Indonesia, UMN Al Washliyah, Universitas HKBP Nommensen, Universitas Dharmawangsa, Akademi Maritim Indonesia, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI), STT Poliprofesi Medan, STIE IBBI.

Sedangkan dua staf administrasi Kopertis yang mendapat penghargaan itu atas pengabdiannya selama 20 tahun yakni Hedi Prawoto dan Nelmi Dwi Kamila. Pada kesempatan itu Dian mengungkapkan, pemerintah akan mengevaluasi produktivitas dosen dan profesor dengan menghitung kinerja mereka sejak 2015.

Dengan demikian, pemerintah berencana mencabut tunjangan profesi dosen mulai November 2017. Alasan pencabutan karena tunjangan tersebut diduga jadi penyebab dosen tidak produktif. “Kebijakan pencabutan tunjangan itu memang masih wacana namun hendaknya hal itu sebagai bentuk kesiapan agar dosen lebih produktif,” ujarnya.

Menurutnya, kebijakan ini positif untuk mengembalikan tugas dosen sesuai Tridarma. Dengan kewajiban itu, katanya, maka dosen tidak terjebak pada kegiatan di luar tugasnya, yakni wajib mengalokasikan waktu untuk riset dan hasilnya dijurnalkan.

Dalam Permenristek-Dikti Nomor 20/ 2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi dan Tunjangan Kehormatan Profesor disebutkan dosen wajib menyetor tiga karya ilmiah dalam jurnal nasional terakreditasi atau satu jurnal internasional terakreditasi dalam kurun waktu tiga tahun.

Adapun profesor diwajibkan membuat tiga karya ilmiah dalam jurnal internasional atau satu karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional bereputasi dalam kurun waktu tiga tahun.

Selain itu Profesor dan dosen juga harus bisa menghasilkan buku atau paten atau karya seni monumental atau desain monumental dalam kurun waktu tiga tahun.

Pada upacara bendera HUT ke 72 Kemerdekaan RI, Koordinator Kopertis membacakan pidato Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang antara lain mengungkapkan salah satu tantangan terbesar bangsa saat ini adalah persoalan kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia.

Disebutkan, sebagian besar tenaga kerja di Indonesia memiliki tingkat pendidikan rendah dan terkategori tenaga kerja tidak terlatih (unskilled labor) atau berkeahlian rendah-menengah.

“Hal ini tidak hanya menjadi tantangan bagi kita di tingkat produktivitas ekonomi, namun juga memengaruhi daya saing kita di tingkat regional dan global,” sebutnya.

Sehari sebelumnya, Kopertis wilayah I Sumut memeriahkan HUT RI ke-72 dengan menggelar berbagai perlombaan, antara lain lomba menyanyi dan tenis meja. Kegiatan diawali dengan gerak jalan santai dan dilanjutkan dengan perlombaan dan lucky draw. (swisma)

Close Ads X
Close Ads X