Tarif Listrik Tak Naik hingga Akhir 2019

Jakarta | Jurnal Asia

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menegaskan tidak akan menaikkan tarif listrik hingga akhir tahun depan. Hal itu dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

“Sampai tahun depan tarif tidak ada perubahan,” ujar Andy Noorsaman Someng, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Rabu (14/11).

Menurut dia, pemerintah terus mengkaji untuk melakukan sejumlah penyesuaian di sisi hulu untuk membantu menekan biaya produksi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.

Salah satu yang masih dibahas adalah usulan PLN mengenai pengaturan harga khusus gas untuk perseroan. Namun, pemerintah masih mempertimbangkan usulan itu, sehingga tidak ada industri yang dikorbankan.

Secara terpisah, Direktur Regional PLN Jawa Bagian Barat Haryanto WS menjelaskan perseroan siap mendukung kebijakan pemerintah. Di tengah tren pelemahan rupiah dan kenaikan harga minyak, perseroan terus mencari cara menjaga kinerja keuangan.

“Tarif kan diatur dan merupakan kebijakan pemerintah. Kami ikut saja,” katanya.

Hal yang dilakukan perseroan untuk mempertahankan kinerja keuangan perseroan di antaranya efisiensi untuk menekan biaya pokok produksi dan meningkatkan penjualan.

“Penjualan yang meningkat akan menekan (rata-rata) biaya pokok produksi,” imbuh dia.

Selain itu, lanjut Haryanto, perseroan masih berpeluang untuk mendongkrak pendapatan perseroan, meski tarif listrik tidak naik. Caranya dengan memanfaatkan peluang untuk memperluas layanan pelanggan.

Misalnya, penyediaan layanan pengisian baterai mobil listrik dengan cepat di Stasiun Penyedia Listrik Umum (SPLU). Semakin banyak pelanggan, terutama dari golongan premium, perseroan bisa meningkatkan penjualan listrik.

“SPLU fast charging segera lah, supaya industri pengembangan mobil listrik bisa tumbuh. Kami juga bisa lebih siap. Kami siap kok untuk mendukung (mobil listrik),” jelasnya.

Di samping itu, perseroan juga mendapatkan peluang peningkatan penjualan dari perkembangan moda transportasi publik, seperti LRT dan MRT. Meskipun, menurut dia, kebutuhan energi listrik moda transportasi tersebut tidak signifikan dalam mendorong penjualan.

“MRT itu cuma perlu 65 MegaWatt atau seperseratus dari kebutuhan DKI Jakarta. LRT yang paling juga 60 MW. Enggak nendang, tetapi (penjualan) kami nambah,” ucapnya.

Sebagai catatan, per kuartal III 2018, perseroan mencatatkan rugi bersih mencapai Rp18,46 triliun. Kerugian tersebut membengkak dibandingkan posisi kuartal II 2018 sebesar Rp5,35 triliun dan berbanding terbalik dibanding periode yang sama tahun lalu yang masih laba Rp3,06 triliun.

Merosotnya kinerja PLN terutama disebabkan kerugian atas selisih kurs, seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
(cnn|swm)

Close Ads X
Close Ads X