Soal Kemasan Produk Rokok, Indonesia Gugat Australia ke WTO

Jakarta | Jurnal Asia
Indonesia menggugat Australia ke World Trade Organization (WTO) atas kebijakan kemasan polos untuk produk rokok yang diberlakukan Australia, dimana Honduras, Republik Dominika dan Kuba turut menggugat Negeri Kanguru tersebut.

“Kebijakan tersebut dapat berpotensi menghambat eks­por rokok Indonesia yang akan berdampak kepada ke­hidup­an petani tembakau dan industri rokok nasional,” kata Direktur Jenderal Kerja Sama Internasional Kementerian Per­dagangan, Bachrul Chairi, dalam siaran pers Kementerian Perdagangan, Jumat.

Bachrul yang hadir dalam pertemuan pertama antara pihak penggugat, tergugat, dan panelis di Jenewa, Swiss tersebut menyatakan bahwa kebijakan Australia menerapkan kemasan polos produk rokok mendapat perhatian sebagian besar anggota WTO karena isu ini bersifat sensitif dan mempunyai implikasi luas ter­hadap perdagangan dunia.

Bachrul menegaskan ke­wajiban menggunakan ke­masan polos produk rokok telah mencederai hak anggota WTO di bawah perjanjian Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS), dimana konsumen memiliki hak untuk mengetahui produk yang akan dikonsumsi, dan di sisi lain produsen juga memiliki hak untuk menggunakan merek dagangnya secara bebas tanpa hambatan-hambatan yang tidak berdasar.

“Gugatan ini dilayangkan untuk menjaga kepentingan nasional. Sebab, kebijakan kemasan polos produk rokok yang diberlakukan Australia berimplikasi luas pada per­dagangan dunia, khususnya Indonesia,” kata Bachrul.

Sengketa dagang tersebut merupakan sengketa dagang terbesar yang ditangani WTO sampai saat ini, dimana terdapat tiga anggota WTO lainnya yang ikut menggugat kebijakan yang sama, yaitu Honduras, Republik Dominika, dan Kuba, serta 36 Anggota WTO menjadi pihak ketiga yang turut berkepentingan terhadap gugatan ini.

Bachrul menambahkan, in­dus­tri rokok menyumbang 1,66 persen total Gross Domestic Product (GDP) Indonesia dan devisa negara melalui ekspor ke dunia yang nilainya pada 2013 mencapai 700 juta dolar AS.

Selain itu, industri rokok juga menjadi sumber penghidupan bagi 6,1 juta orang yang bekerja di industri rokok secara langsung dan tidak langsung, termasuk 1,8 juta petani tembakau dan cengkeh.

Kebijakan kemasan polos produk rokok Australia bertujuan untuk mengurangi konsumsi rokok dan pembatasan akses rokok bagi anak muda serta perokok pemula. Tujuan dari kebijakan Australia tersebut juga sejalan dengan kebijakan yang dilakukan banyak negara termasuk Indonesia.

Namun demikian, kebijakan Australia dalam mencapai tujuan dari kebijakannya tersebut melalui penerapan kemasan polos produk rokok dianggap tidak melindungi hak kekayaan intelektual (HKI) atas merek dagang produk rokok yang dimiliki produsen rokok.

Bachrul menjelaskan, jika kebijakan kemasan polos pro­duk rokok Australia tersebut dibiarkan, dikhawatirkan im­plikasi lainnya akan semakin luas karena anggota WTO lain­nya dapat mengeluarkan ke­bijakan yang berdampak negatif kepada perlindungan HKI atas merek dagang produk impor lainnya, seperti mobil, elektronik, pakaian, sepatu, dan produk lainnya.

Lebih lanjut, Bachrul juga menegaskan bahwa sengketa ini bukan perdebatan atas dampak negatif produk rokok terhadap kesehatan atau justifikasi atas kebebasan penjualan produk yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan, melainkan merupakan perjuangan atas perlindungan HKI atas merek dagang yang dimiliki dunia usaha.

“Seharusnya sengketa ini dapat memberikan legitimasi untuk melindungi kesehatan konsumen tanpa menghilangkan perlindungan atas hak kekayaan intelektual dari produk yang dipasarkan,” ujar Bachrul. (ant)

Close Ads X
Close Ads X