Soal Harga Gas Industri Sinergi PGN dan Pertamina Terus Didorong

Jakarta – Di rapat terbatas kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta harga gas untuk industri diturunkan sampai di bawah US$ 6/MMBtu dalam waktu dua bulan. Saat ini rata-rata harga gas untuk industri di dalam negeri US$ 8-10/MMBtu, lebih mahal daripada gas di Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan sebagainya.

Sebagai respons atas perintah Jokowi tersebut, Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan menyatakan bahwa masalah pertama yang akan diselesaikan adalah mendorong sinergi antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dengan PT Pertamina Gas (Pertagas).

Sinergi antara kedua BUMN yang bergerak di bidang usaha infrastruktur gas itu diperlukan supaya biaya distribusi bisa lebih efisien. “Harga gas tadi kita lagi bicara. Sekarang kan banyak layer-layer (lapisan-lapisan distribusi) gas sampai ke hilirnya. Kita mau coba sederhanakan. PGN dan Pertagas dimerger jadi satu saja, masing-masing punya pipa. Kadang yang satu punya gas tapi nggak punya pipa atau punya pipa tapi nggak punya gas, jadi satu saja,” kata Luhut saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (5/10).

Masalah lain yang mendapat perhatian khusus dari Luhut ialah tingginya harga gas di hulu. Luhut ingin harga gas di hulu bisa di bawah US$ 6/MMBtu agar sampai di industri bisa sekitar US$ 6/MMBtu seperti keinginan Jokowi. “Kita berharap harga gas di well head kalau bisa di bawah US$ 6/MMBtu,” ujar Luhut.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, harga gas yang dialokasikan untuk industri kebanyakan sudah di atas US$ 6/MMBtu sejak di hulu. Data ini harga per Agustus 2016. Misalnya gas dari Lapangan Jatirangon (Jawa Barat) harganya US$ 6,75/MMBtu, gas dari Lapangan Wunut (Jawa Timur) US$ 6,75/MMBtu, gas dari Sumur Benggala (Medan) US$ 8,49/MMBtu, gas dari Lapangan Suryaragi (Cirebon) US$ 7,5/MMBtu, gas dari Lapangan Pangkalan Susu (Medan) US$ 8,48/MMBtu, gas dari Blok WMO (Jawa Timur) US$ 7,99/MMBtu, gas dari Jambi Merang (Jambi) US$ 6,47/MMBtu, gas dari Blok Kangean (Jawa Timur) US$ 6,35/MMBtu.

Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan kini sedang berupaya menurunkan harga gas di hulu dengan mengurangi pendapatan bagian negara dari gas. Ke depan, pemerintah tidak akan menjadikan gas sebagai sumber pendapatan, melainkan sebagai pendorong perekonomian nasional.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto juga mengungkapkan, pemerintah menargetkan penurunan harga gas dengan regulasi yang baru dapat berlaku pada Januari 2017 “Kita putuskan di akhir November nanti, kita berlakukan di 2017. Nanti akan ada perbaikan setelah rapat dengan Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan,” kata Airlangga di Jakarta, Rabu.

Dengan demikian, Airlangga menyampaikan bahwa Peraturan Presiden nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas, yang menyebutkan penurunan harga gas berlaku sejak Januari 2016, akan diperbaiki.

Dalam penetapan penurunan harga gas yang baru, pemerintah menargetkan harga gas untuk industri hingga di bawah 6 dollar AS per million metric british thermal unit (MMBTU). Airlangga menyampaikan, pihaknya telah mengidentifikasi 10 sektor industri dan ditambah industri yang berlokasi di kawasan industri yang perlu menerima harga gas di bawah 6 dollar AS per MMBTU.

Airlangga menambahkan, seperti yang disampaikan Presiden, orientasi penetapan harga gas industri yang baru harus memberikan dampak luas bagi pembangunan industri nasional dan menjadi substitusi impor.

Sebagai gambaran, harga gas di Indonesia masih cukup tinggi yakni mencapai 9,5 dollar AS per MMBTU, dibanding di negara-negara ASEAN seperti Vietnam hanya 7 dollar AS, Malaysia 4 dollar AS, dan Singapura 4 dollar AS per MMBTU.
(dc-ant)

Close Ads X
Close Ads X