JPMorgan Naikkan Peringkat RI Jadi Netral

Jakarta – Pemerintah dan pengamat ekonomi menyambut baik hasil riset terbaru dari JP Morgan, perusahaan keuangan asal Ame­rika Serikat, yang pada awal tahun lalu resmi diputus kontraknya oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Di sisi lain, hal itu sekaligus dinilai mengakui ‘blunder’ JP Morgan dalam riset sebelumnya.

Hasil riset terbaru JP Mor­gan yang resmi dirilis Senin (16/1) menyebutkan bahwa Indonesia tak lagi berada di level underweight seperti hasil risetnya pada 13 November 2016 lalu, yang berbuntut pada pemutusan kontrak oleh pemerintah Indonesia.

Dalam riset terbarunya itu, JP Morgan mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai membaik sehingga posisi Indonesia terkoreksi atau naik satu tingkat ke level netral.

Koreksi ini, menurut JP Morgan didasari oleh kondisi pasar modal di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia, yang mampu bertahan dari gejolak volatilitas pasar obligasi usai Donald Trump terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat.

“Ya baguslah, bagus kalau dia (JP Morgan) mengoreksi. Saat Trump jadi presiden ada pengaruhnya sedikit, itu masuk akal. Tapi karena ada pengaruhnya banyak, turun itu berlebihan,” ungkap Darmin di kantor Kementerian Keuangan, Senin (16/1).

Adapun dalam riset terbaru JP Morgan disebutkan bahwa fundamental ekonomi makro Indonesia kuat, dengan potensi tinggi pertumbuhan dan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang rendah seiring dengan reformasi ekonomi.

Selain itu, perbaikan ekonomi Indonesia juga ditopang oleh mulai meningkatkan penjualan sektor otomotif, khususnya kendaraan roda dua, yang tercermin dalam data konsumen akhir tahun.

Senada dengan Darmin, pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono juga menilai koreksi yang diberikan JP Morgan melalui hasil riset terbarunya sangat tepat.

Namun, ia menilai hal ini juga menandakan bahwa JP Morgan telah melakukan ‘blunder’ atas riset yang sebelumnya dikeluarkan.

“Saya kira JP Morgan sebelumnya melakukan ‘blunder’, melakukan kesalahan. Saat HSBC mengeluarkan proyeksi yang bagus, Bank Dunia juga proyeksinya pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, dia justru membandingkan kita dengan Brazil yang minus, ya tidak sesuai,” ucap Tony pada kesempatan yang sama.

Pasalnya, dalam riset sebelumnya, JP Morgan membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disebutnya tak lebih baik daripada Brazil. Namun, menurut Tony, hal ini tak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang jauh lebih baik.

“Brazil itu pertumbuhan ekonomi tahun lalu minus 3,8 persen, defisit APBN 10 persen terhadap PDB. Mana mungkin mereka hanya turun satu level, kita dua level,” terang Tony.

Sebagai informasi, hasil riset JP Morgan yang terbit 13 November 2016 lalu berimbas pada pemutusan kontrak antara pemerintah Indonesia dengan JP Morgan karena dianggap telah merugikan negara karena tidak kredibel dan tidak sesuai dengan kondisi ekonomi Indonesia.

Belum lagi, pemerintah juga mencatat perilaku serupa telah dilakukan JP Morgan dalam beberapa kali. Akhirnya Sri Mulyani resmi memutus kontrak JP Morgan sebagai diler utama penjual Surat Utang Negara (SUN) dan JP Morgan baru bisa kembali menjadi rekan pemerintah setidaknya 12 bulan usai pencabutan kontrak.
(cnn)

Close Ads X
Close Ads X