Dukung Gerakan 1.000 Startup | BEI Luncurkan IDX Incubator

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan Nurhaida (tengah) didampingi Dirut Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio (kiri) dan Wadirut Bank Mandiri Sulaiman A Arianto (kanan) meresmikan IDX Incubator di Jakarta, Kamis (23/3). IDX Incubator adalah program inkubasi bisnis bagi startup berbasis digital yang diinisiasi BEI untuk mengembangkan startup tidak hanya dari segi produk namun juga dari aspek bisnis. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc/17.

Jakarta – Bursa Efek Indonesia (BEI) meluncurkan program inkubasi bisnis bagi perusahaan rintisan (startup) berbasis digital dalam rangka mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan, dalam program inkubasi itu, perusa­haan akan diberikan edukasi terkait cara pembentukan per­­seroan terbatas atau PT, me­ngelola laporan keuangan, cara untuk menjadi perusahaan pub­lik, dan mencari investor.

“Banyak anak muda kreatif tetapi akses fasilitas pembiayaan tidak memadai. Di dalam pro­gram ini atau IDX Incubator akan kita edukasi. Program inkubator itu ibaratnya sebagai jembatan atau orang tua bagi pengelola perusahaan ‘startup’ untuk mendapatkan orang tua baru dalam hal ini investor dalam rangka mendukung usahanya,” paparnya, Kamis (23/3).

Ia mengatakan, program inkubator itu juga untuk men­­dukung pemerintah da­kam men­cetak “startup”. Pe­me­­rin­tah melalui Kementerian Ko­munikasi dan Informatika te­lah mencanangkan Gerakan Na­sional 1.000 starup digital atau dengan kategori “unicorn” atau valuasi 1 miliar dolar AS di 2020.

“Penggunaan teknologi me­megang peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Di era digital saat ini, jumlah ‘startup’ berbasis teknologi terus berkembang dan cukup berpengaruh terhadap ekonomi,” tuturnya.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida menambahkan, berkembangnya UMKM di Indonesia diharapkan dapat menjadi penopang bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

“Ini salah satu cita-cita OJK untuk bisa membantu UMKM jadi perusahaan besar. Kalau dilihat UMKM bisa menjadi penopang perekonomian kita mengingat jumlahnya cukup banyak,” ujar­nya.

Menurut dia, salah sa­tu per­masalahan bagi UM­KM ber­kembang yakni per­mo­da­lannya, serta sumber daya manusia (SDM). Program itu diharapkan menjadi solusi bagi UMKM agar dapat mengembangkan usahanya.

“Inkubator ini diharapkan bisa menjadi solusi kesulitan permodalan dan pembinaan mengenai SDM. Kita juga ber­harap dapat menunjukan UMKM bisa menjadi perusahaan besar, yang akhirnya siap untuk melakukan IPO (penawaran umum perdana saham),” im­buhnya.

OJK Targetkan IPO 1.500 UMKM di 2022

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan 1.500 peru­sahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang melakukan penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering/IPO) dalam lima tahun mendatang.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida menuturkan, pihaknya meminta Bursa Efek Indonesia (BEI) tetap membuat papan pengembangan khusus bagi UMKM, untuk mem­permudah mereka masuk ke BEI.

“Ada langkah yang harus dilakukan, kan sekarang di bursa itu ada papan reguler dan papan pengembangan. Tapi dua itu masih belum cocok untuk UMKM, nah harus ada papan UMKM,” terang Nurhaida.

Nurhaida menyebut, saat ini setidaknya ada 60 ribu UMKM di Indonesia. Sehingga, jika hanya mengambil 1 persen saja dari total tersebut yakni, 600 UMKM dan diharapkan 300 UMKM melaju menjadi persahaan publik tiap tahunnya.

Sebelumnya, Direktur Utama BEI Tito Sulistio menyatakan, BEI belum berencana untuk membuat papan khusus bagi UMKM tahun ini. Sehingga, bagi UMKM yang mau melakukan IPO bisa masuk dalam papan pengembangan.

“Kalau hanya satu, dua, atau tiga perusahaan untuk apa bikin papan pengembangan khusus lagi, jadi kemungkinan besar tetap satu papan,” kata Tito belum lama ini.

Selanjutnya, untuk mem­per­mudah perusahaan UMKM, OJK juga akan merevisi Peraturan OJK (POJK) nomor IX C7 terkait Pe­doman Mengenai bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran Da­lam Rangka Penawaran Umum oleh Perusahaan Menengah atau Kecil.

Selain itu, OJK juga akan melakukan revisi POJK nomor IX C8 tentang Bentuk dan Isi Prospektus dalam Rangka Pena­waran Umum oleh Peru­sahaan Menengah atau Kecil.

Dalam POJK nomor IX C7 tersebut disebutkan, jumlah minimal aset bagi perusahaan UMKM yang dapat IPO sebesar Rp100 miliar. Sementara, efek yang ditawarkan tidak lebih dari Rp40 miliar.

Namun, OJK akan membelah antara perusahaan dengan skala menengah dan skala kecil. Untuk skala menengah tetap dengan minimal aset sebesar Rp100 miliar, tetapi untuk skala kecil diturunkan menjadi hanya Rp50 miliar.

“Kalau sekarang ini mau ditu­runkan jadi lebih menampung lagi perusahaan yang betul-betul baru. Jadi antisipasi sudah dilakukan,” ucap Nurhaida.

Untuk total saham yang dile­pas sendiri, lanjut Nurhaida, OJK juga akan mengkaji kembali hal tersebut. Rencananya, OJK tidak akan membatasi dengan jumlah saat ini, di mana maksimal hanya dapat melepas Rp40 miliar.

“Untuk perusahaan kecil kan aset Rp50 miliar sedang kami bahas, bisa dipertahankan Rp40 miliar atau bisa lebih untuk ke depan agar bisa dapat dana maksimal dari publik,” paparnya.

Sementara itu, untuk POJK nomor IX C8 sendiri akan direvisi dalam bentuk prospektus dalam mengajukan IPO ke OJK. Saat ini, prospektus perlu membandingkan dengan laporan keuangan tiga tahun terakhir, tetapi nantinya OJK akan me­ngubah perbandingannya cukup satu tahun terakhir.

“Jadi perbandingan total hanya dua tahun,” tambahnya.

Kemudian, OJK juga mem­berikan izin bagi perusahaan yang masih merugi untuk men­jadi perusahaan publik. Nurhaida menargetkan dapat segera me­re­alisasikan revisi untuk dua POJK terebut.

“Kami rencanakan semester II, kalau semester I terlalu dekat,” pungkas dia.

(ant/cnn)

Close Ads X
Close Ads X