Jakarta – Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menindak investor yang melakukan transaksi di luar kewajaran pada saat jam prapenutupan atau preclosing perdagangan saham. BEI mencatat, kebanyakan transaksi saat preclosing dilakukan oleh perusahaan efek atau sekuritas asing.
Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, Hamdi Hassyarbaini menuturkan, investor yang terbukti melakukan transaksi untuk memankan harga saham akan ditindak secara hukum pidana dengan menggunakan Undang-undang (UU) Pasar Modal.
Saat ini, BEI telah mengidentifikasi empat hingga lima perusahaan sekuritas atau broker yang sering melakukan transaksi tak wajar dengan melakukan aksi jual pada saat jam preclosing selama tiga bulan terakhir ini.
Hamdi mengaku, semua perusahaan sekuritas telah dipanggil oleh bursa untuk dimintai penjelasan. Berdasarkan pengakuan perusahaan sekuritas yang didengar oleh pihak bursa, mereka memang mendapatkan order untuk melakukan transaksi pada saat jam preclosing.
“Katanya memang investor minta dieksekusi last minute saat preclosing. Cuma kan kami belum tahu itu murni alasan atau ada alasan lain, atau ada enggak pihak yang mendompleng itu,” papar Hamdi.
Menurutnya, jika setelah dilakukan pemanggilan ini perusahaan sekuritas masih menuruti permintaan tersebut dan terbukti membantu investor yang memang berniat memanipulasi pasar, maka bukan tak mungkin UU Pasar Modal akan juga akan menyeret perusahaan sekuritas tersebut.
Namun, ia belum melihat adanya indikasi sampai ke sana. BEI sendiri masih perlu menyelidiki lebih jauh karena perusahaan yang teridentifikasi tersebut merupakan perusahaan sekuritas asing, di mana kebanyakan investor yang meminta transaksi pada preclosing tersebut merupakan investor institut asing.
“Kami kan masih belum tahu ini institusi asing, agak sulit,” tandas Hamdi.
Aturan Baru Preclosing Terbit Semester I 2017
Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan aturan baru terkait mekanisme prapenutupan perdagangan (preclosing) saham bisa dirilis pada semester I tahun ini.
Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, Hamdi Hassyarbaini menjelaskan, saat ini pihaknya masih membahas hal ini dalam lingkungan internal. Selanjutnya, BEI masih perlu berdiskusi dengan vendor system karena mekanisme baru ini akan mengubah sistem yang ada.
“Target operasi secepatnya. Kuartal I enggak ngejar, mungkin semester I ini,” ucap Hamdi.
Sebelumnya, pihak BEI mengumumkan akan melakukan dua skema baru untuk meminimalisir transaksi di luar kewajaran pada saat jam preclosing, yakni pada pukul 15.50 hingga 16.00 WIB.
Skema baru yang tengah dijajaki oleh BEI berupa mengubah mekanisme preclosing dari yang sebelumnya tertutup atau tidak terlihat untuk dibuka sehingga dapat terlihat di layar transaksi. Hanya saja, tidak seluruh transaksi saat preclosing akan dibuka, tetapi hanya jika ada transaksi yang di luar kewajaran saja.
Sementara, untuk alternatif kedua berupa penutupan secara acak atau random closing seperti yang dilakukan oleh Thailand. Sehingga, investor tidak akan mengetahui kapan tepatnya preclosing ini berhenti.
“Jadi enggak ketahuan jam berapa. Tapi sepanjang 10 menit itu bisa 15.55, 15.58, atau 15.52 WIB,” terang Hamdi.
Menurutnya, jika skema baru pertama berhasil menghilangkan transaksi di luar kewajaran pada saat jam preclosing, maka pihaknya tak akan menggunakan skema alternatif yang kedua. Namun, jika transaksi tetap berjalan tidak wajar maka BEI ambil langkah gunakan skema kedua.
“Atau bahkan, kalau tidak berhasil juga, mungkin preclosing enggak usah ada saja. Tapi itu alternatif terakhir sih,” imbuh Hamdi.
Untuk diketahui, sejak tiga bulan belakangan ini atau tepatnya sejak Desember 2016 lalu, BEI menemukan transaksi yang merugikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara keseluruhan. Pasalnya, pada saat jam preclosing tersebut banyak investor yang melakukan aksi jual.
“Yang paling terlihat itu pas penutupan akhir tahun, pas perdagangan biasa masih hijau, terus tiba-tiba pas penutupan anjlok,” pungkas Hamdi. (cnn)