RI Diprediksi Masuk 5 Besar Pasar Angkutan Udara Dunia

Jakarta | Jurnal Asia
Asosiasi Transportasi Udara Internasional memprediksi Indo­nesia akan menjadi negara dengan jumlah penumpang angkutan udara terbanyak keli­ma di dunia, yakni 219 juta penumpang pada 2034 men­datang.

Director General and CEO Asosiasi Transportasi Udara Internasional (The International Air Transport Association/IATA) Tony Tyler mengatakan jumlah penumpang angkutan udara dunia bakal menembus lebih dari 7 miliar penumpang pada 2034.

“Permintaan untuk angkutan udara akan terus tumbuh. Tetapi, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh setiap negara guna mengakomodir 7 miliar penumpang,” katanya dikutip dalam laporan tahunan IATA, Senin (30/11).

Dalam laporan tersebut dise­butkan, Tiongkok akan men­jadi negara dengan jumlah penumpang terbanyak di dunia, yakni mencapai 1,12 miliar penumpang pada 2034, atau bertambah 758 juta penumpang baru.

Kemudian, disusul Amerika Serikat sebanyak 1,15 miliar penumpang, India sebanyak 378 juta penumpang, Indonesia sebanyak 219 juta penumpang dan Brasil sebanyak 202 juta penumpang.
“Dari sisi pembukaan rute-rute baru, Indonesia-Timor Leste akan menjadi yang tercepat pertumbuhannya, yakni 13,9%. Disusul, India-Hongkong sebesar 10,4%, Honduras 10,3%, dan Pakistan sebesar 9,9%,” ujar Tony.

Menurutnya, angkutan uda­ra menjadi bagian penting ter­hadap kondisi ekonomi du­nia. Oleh karena itu, para pe­nentu kebijakan harus mem­pertimbangkan secara ma­tang setiap kebijakan yang dike­luarkan mengingat perannya yang krusial.

Dia berharap para penentu kebijakan kedepannya dapat menciptakan suatu lingkungan yang kondusif terhadap industri penerbangan, baik terkait penge­naan pajak, penerbitan regulasi, dan pembangunan infrastruktur.

Sementara itu, Ketua Pener­bangan Berjadwal Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Bayu Sutanto menilai prediksi IATA agak sulit untuk terealisasi. Pasalnya, banyak hal yang harus dibereskan ter­lebih dahulu dalam industri penerbangan nasional ini.

Syarat-syarat tersebut antara lain, pertama, konsistensi dalam menjamin keamanan dan kese­lamatan penerbangan sesuai aturan internasional. Kedua, infrastruktur bandara. Ketiga, kapasitas perawatan pesawat.

Keempat, sistem dan pe­ra­­latan navigasi yang mu­ta­khir. Kelima, kompetensi sum­ber daya manusia. Keenam, pengenaan pajak dan bea masuk yang ringan atau sama dengan negara-negara tetangga dan lain sebagainya.

“Jadi apakah prediksi IATA bahwa jumlah penumpang In­donesia sampai 219 juta pe­numpang itu jawabannya bisa ya dan tidak. Kalo ternyata syarat-syarat tersebut masih sulit dilakukan kemungkinan besar jawabannya itu tidak,” tuturnya.

Di sisi lain, Price ­water­house Coopers (PwC) Indonesia memperkirakan kebutuhan in­ves­­tasi untuk pembangunan ban­dara di Indonesia hingga 2025 se­tidaknya mencapai US$25 miliar dolar seiring pesatnya pertumbuhan lalu lintas udara di Indonesia. (BC)

Close Ads X
Close Ads X