Pemerintah Harus Perhatikan Rumah Layak Huni Buruh

Jakarta – Menjelang Hari Buruh Internasional yang ditetapkan 1 Mei, ada beberapa poin penting yang dirasa perlu menjadi fokus pemerintah ke depannya. Di antara sekian hal, masalah kebutuhan tempat tinggal menjadi salah satu yang mesti pemerintah perhatikan

Jika gaji mengacu Upah Minimum Provinsi (UMP) maka buruh dapat dikatakan sebagai kelas masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sehingga memiliki kendala dalam memiliki tempat tinggal layak.

“Artinya memang tantangan dari perburuhan ini salah satunya sebenarnya ketika upahnya agak susah untuk dinaikan lagi, maka pemerintah harus hadir dengan cara menyediakan perumahan yang layak,” kata peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, Rabu (26/4).

Dia juga menambahkan, dalam menetapkan formulasi besaran gaji buruh, pemerintah sejauh ini belum melakukan pendekatan soal kemampuan buruh dalam memiliki tempat tinggalnya sendiri dan layak huni. Padahal tempat tinggal menjadi salah faktor penentu kesejahteraan masyarakat.

Dia menilai PP 78 tahun 2015 (tentang pengupahan) sudah tidak sesuai jadi harus di-upgrade, dievaluasi. Di situ tidak tercantum maksud kebutuhan hidup layak yang salah satunya bagaimana buruh bisa mencicil untuk beli rumah, asumsinya selama ini buruh adalah penyewa rumah, kontrak

Selain itu tak hanya sekedar layak, pemerintah juga diimbau untuk menyediakan rumah yang terjangkau bagi buruh yang gajinya hanya sebatas UMP dan di bawah UMP, semisal masyarakat pekerja sektor informal, mulai dari pedagang, petani, nelayan dan lain sebagainya.

Ke depannya, ia menyarankan agar dalam menetapkan besaran upah buruh, pemerintah perlu memasukan formulasi terkait kemampuan buruh dalam memiliki tempat tinggal. Sebab tempat tinggal menjadi salah satu kebutuhan utama manusia.

Bahkan, menurutnya, pemerintah juga perlu melakukan pendekatan terkait program kepemilikan rumah yang digagas pemerintah. Misalnya Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan program kredit pemilikan rumah (KPR) melalui BPJS Ketenagakerjaan.

“Itu juga harus memasukan formulasi Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Demikian pula kredit rumah yang disediakan BPJS Ketenagakerjaan,” terang Bhima.

Menurutnya, dengan mengacu upah buruh saat ini, masih sulit untuk melakukan kredit cicilan rumah melalui 2 fasilitas tersebut. Jadi itu semua kalau dilihat dari upah yang sekarang pasti nggak sama, nggak memungkinkan buruh untuk memiliki rumah.

(oc)

Close Ads X
Close Ads X