Harus Ubah Beleid | Program Sejuta Rumah Dinilai Sudah ‘Basi’

Sejumlah pekerja mengerjakan bagian atap bangunan perumahan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Selasa (17/1). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat hingga 30 Desember 2016, jumlah capaian program satu juta rumah mencapai angka 805.169 unit, jumlah itu meningkat dibanding tahun 2015 yang mencapai sekitar 699.770 unit rumah. Sementara, Kementerian PUPR optimis target satu juta rumah bisa tercapai pada tahun 2017. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/foc/17.

Jakarta – Program Sejuta Rumah yang hingga saat ini sudah memasuki tahun ketiga, sering kali tidak tercapai dalam hal targetnya. Salah satu kendalanya adalah persoalan sulitnya mendapatkan lahan.

Padahal, tanah merupakan salah satu komposisi terbesar dalam produksi perumahan bagi pengembang maupun pribadi atau kelompok.

Ketua Dewan Pengurus The HUD Institute Zulfi Syarif Koto mengatakan sudah seharusnya pemerintah mengatur kembali beleid atau cara yang ditempuh untuk melaksanakan program soal tanah yang tertuang dalam Undang-Undang Pokok Agraria 5/1960. Sebab, aturan 57 tahun lalu tersebut sudah tidak bisa diandalkan lagi untuk saat ini.

“Sudah terlalu lama, 57 tahun lalu. Belum pernah diubah,” ujarnya, Selasa (17/1).

Pihaknya juga berharap aturan soal bank tanah (landbank) melalui Peraturan Pemerintah (PP) pun juga segera diadakan. Bahkan, anggota the HUD Institute pun dilibatkan dalam penyusunan PP ini.

Nantinya, diharapkan melalui PP ini, persoalan tanah dan tata ruang untuk perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bisa terjamin. Regulasi ini harus bisa menggambarkan, mengendalikan penguasaan tanah skala besar.

The Housing and Urban Development (HUD) Institute memandang kebijakan pemerintah untuk bisa terus menggerakkan program tersebut adalah dibutuhkan terobosan dan pembobotan dalam kebijakan.

“HUD tetap konsisten mengambil sikap dan langkah organisasi mendukung kebijakan program strategis nasional tersebut. Terobosannya juga harus strategis dalam program perumahan rakyat,” ujar Zulfi Syarif. Menurutnya, terobosan dan pembobotan itu dimaksudkan untuk mengatasi berbagai permasalahan kebijakan dan atau pelaksanaan program di lapangan.

Sebut saja misalnya kesenjangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (pemda), kesenjangan antara pengembang besar dengan pengembang kecil, antara masyarakat berpenghasilan atas dengan masyarakat berpenghasilan menengah dengan masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat miskin.

“Kami paham, masih banyak kendala di lapangan. Karena ituThe HUD Institute memberikan berbagai pandangan dan aspirasi yang kami rekam dalam perjalanan dua tahun pelaksanaan program sejuta rumah, baik dari aspek kebijakan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasinya,” tukasnya.

Sasar Rumah Swadaya
Percepatan program sejuta rumah saat ini dinilai terjadi ketimpangan. Skim pembiayaan yang ada, malah lebih menyasar kelompok MBR formal dan pendapatan tetap (fixed income).

Sekretaris the HUD Institute Muhammad Joni mengatakan, padahal pembangunan perumahan swadaya juga bagian dari kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) memberikan kemudahan dan atau “Rumah swadaya yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat, baik sendiri ataupun berkelompok, namun bukan mustahil mengembangkan mekanisme perumahan swadaya secara formal, terukur, dan akuntabel,” ujarnya.

Menurut data, rumah swadaya itu porsi yang terbesar yakni mencapai lebih 70% dari jumlah rumah di Indonesia. Namun, kondisi rumah swadaya yang sudah ditempati bertahun-tahun, banyak yang berada pada kawasan kumuh, tidak tertata dan masuk kualifikasi rumah tidak layak huni (RTLH).

Untuk itu, Joni menyarankan Permen PUPR Nomor 13/2016 tentang BSPS harus dievaluasi dan dikembangkan agar efektif menggerakkan keswadayaan MBR.

Tidak hanya itu, saat ini tengah tim dari the HUD Institute tengah menggagas partisipasi swasta ala creating shared value (CSV) untuk rumah MBR.

“Pembangunan rumah swadaya sejatinya tidak hanya memberi bantuan stimulan, tetapi juga skim pembiayaan dan penjaminan rumah swadaya.

Malah bantuan untuk rumah swadaya semestinya sama dengan intervensi untuk rumah umum bagi MBR,” jelasnya.
(oz)

Close Ads X
Close Ads X