Perbedaan Nilai Aset Ganjal Pengembalian Inalum

TERKENDALA. Seorang pekerja sedang mencetak aluminium.  Pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) masih terkendala perbedaan nilai aset. Menteri Koordintaor Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, masih ada perbedaan nilai buku dari sisi Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan pihak Jepang sehingga harus dilakukan rapat kembali pada tanggal 10 Juli 2013.
TERKENDALA. Seorang pekerja sedang mencetak aluminium. Pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) masih terkendala perbedaan nilai aset. Menteri Koordintaor Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, masih ada perbedaan nilai buku dari sisi Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan pihak Jepang sehingga harus dilakukan rapat kembali pada tanggal 10 Juli 2013.

Jakarta | Jurnal Asia

Proses pengambilalihan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dari Jepang ke Indonesia tidak berjalan mulus. Ada perbedaan harga antara pemerintah Indonesia dengan pihak Jepang yaitu Nippon Asahan Alumunium.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, pemerintah akan melakukan rapat 6 hari guna membahas masalah tersebut. Namun Hidayat tak mau menyebutkan berapa perbedaan harga antara kedua belah pihak.

“Pada tanggal 10 Juli akan dilanjutkan rapat merespons usulan dia (Jepang) tanggal 3 kemarin. Kami sudah menyepakati bahan untuk merespons tanggal 10 Juli dan kita minta juga dilakukan selama 6 hari. Jadi mungkin tiap minggu rapat tim teknis akan menyikapi perbedaan angka yang masih ada,” ujar Hidayat di Kantor Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (8/7).

Menurut Hidayat, perbedaan harga tersebut terjadi karena perbedaan waktu perhitungan. Selain itu, ada juga perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang juga menjadi acuan.

“Jepang tentu menghendaki sesudah revaluasi, kita menyatakan sebelum revaluasi. Kedua, ada faktor audit BPKP juga yang punya angka tersendiri dan akan kita mintakan ke mereka untuk lakukan adjustment itu,” jelasnya.

Jika kesepakatan harga tersebut telah tercapai, lanjut Hidayat, maka usai kontrak berakhir pada 31 Oktober 2013, Inalum sudah bisa dijadikan BUMN sendiri.

“Idealnya adalah pada tanggal 31 Oktober secara fisik, tranfer aset itu terjadi 1 November dan sudah milik pemerintah Indonesia melalui Inalum yang kemungkinan jadi BUMN,” jelas Hidayat.

Inalum adalah usaha patungan pemerintah Indonesia dengan Jepang. Proyek ini didukung aset dan infrastruktur dasar, seperti pembangkit listrik tenaga air dan pabrik peleburan aluminium berkapasitas 230-240 ribu ton per tahun.

Pemerintah Indonesia memiliki 41,13% saham PT Inalum, sedangkan Jepang memiliki 58,87% saham yang dikelola konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA). Konsorsium NAA beranggotakan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang mewakili pemerintah Jepang 50% dan sisanya oleh 12 perusahaan swasta Jepang.

Berdasarkan perjanjian RI-Jepang pada 7 Juli 1975, kontrak kerja sama pengelolaan PT Inalum berakhir 31 Oktober 2013. Untuk mengambil alih perusahaan aluminium tersebut, pemerintah menyiapkan dana US$ 723 juta atau Rp 7 triliun. (dtf)

Close Ads X
Close Ads X