Luhut Akui Sulit Turunkan Harga Gas Industri

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengakui sulit untuk merealisasikan harga gas murah bagi industri.

Menurutnya, menurunkan harga gas pada kontrak yang lama memang sulit. Alasannya, mekanismenya lebih panjang karena harus renegosiasi kontrak juga merevisi kontrak jual beli gasnya.

Padahal, Luhut ketika menjabat sebagai pelaksana tugas menteri energi dan sumber daya mineral pernah mengusulkan agar harga gas di tingkat hilir lebih rendah bagi para konsumen akhir.

Pada Peraturan Presiden No.40/2016, diatur bahwa harga gas bagi tujuh industri yakni pupuk, petrokimia, sarung tangan karet, oleokimia, baja, kaca dan keramik mendapat harga gas US$6 per MMBtu.

Bahkan, Luhut saat itu menargetkan harga gas turun menjadi US$5 per MMBtu di tangan pengguna akhir. Namun, dia mengakui perubahan harga pada kontrak yang sudah ada tergolong sulit sehingga dari tujuh industri, hingga kini baru tiga industri saja yang menikmati harga gas murah.

Dari tujuh industri tersebut, baru industri pupuk, petrokimia dan baja yang mendapat harga gas murah.

“Memang sulit. Waktu saya jadi acting menteri ESDM,kenapa baru tiga [industri], enggak 10 atau 11 itu dulunya target kita, karena dari kontrak lama, nah kontrak lama ini memang jadi repot,” ujarnya dalam Konferensi Pers Kinerja Tiga Tahun Jokowi-JK di Kantor Staf Presiden, Rabu (18/10).

Kendati masih terkendala, menurut Luhut, pihaknya masih belum mengetahui bagaimana strategi Kementerian ESDM untuk menurunkan harga gas hilir.

Sebelumnya, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Achmad Safiun, menuntut pemerintah konsisten merealisasikan janji penurunan tarif gas untuk tujuh sektor industri seperti pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Penurunan tarif tersebut dinilai mampu menyokong pertumbuhan daya saing ketujuh sektor industri tersebut yang sedang stagnan.

Menurutnya pada awal 2015 harga minyak global yang saat itu mencapai US$100 per barel turun menjadi US$50 dan terus menurun sampai saat ini. Hal yang sama terjadi pada harga komoditas gas dunia yang terus menurun. Namun, hal ini tidak terjadi di Tanah Air karena tarif gas di Indonesia terbilang stagnan pada rerata US$9 per MMBtu.

“Sudah terhitung lebih dari setahun sejak instruksi presiden mengenai penurunan tarif gas dan sampai saat ini belum terlaksana,” ujarnya. (bc)

Tinggalkan Balasan

Close Ads X
Close Ads X