Kemenperin Rayu Michelin dengan Intensif

Jakarta | Jurnal Asia
Kementerian Perindustrian menawarkan insentif kepada produsen ban asal Prancis, Michelin, jika berkenan memba­ngun standarisasi ban, pabrik atau vulkanisir ban pesawat terbang serta pengolahan karet ban bekas di Indonesia.

Menteri Perindustrian, Saleh Hu­sin, mengatakan selain me­na­w­arkan insentif, pemerintah juga meminta Michelin untuk m­e­ningkatkan jumlah serapan karet dari Indonesia untuk produksi glo­bal perusahaan.

“Saat ini komposisi peng­gunaan karet dari Indonesia un­tuk produksi Michelin ke se­luruh dunia baru sepertiga dari total produksi perusahaan. Se­cara nasional serapan karet In­donesia untuk produsen ban ba­ru 20% dari total produksi, idealnya adalah 40% seperti di Malaysia dan Thailand,” katanya di Jakarta, Rabu (6/5/2015).

Dia mengatakan jika hal peningkatan serapan karet dari Indonesia dilakukan, maka akan membantu kesejahteraan petani karet Indonesia. Produsen karet alam nasional terbanyak berasal dari Sumatera Selatan, Sumatra utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Direktur Jenderal Industri Ki­mia, Tekstil dan Aneka, Har­janto, mengatakan terkait de­ngan permintaan membangun stan­dardisasi ban, hal ini untuk mem­perluas akses pasar ekspor pro­dusen ban dalam negeri. Se­mentara usulan membangun pab­rik vulkanisir ban pesawat sei­ring dengan industri pe­ner­ba­ngan nasional yang tumbuh de­ngan pesat.

Aktivitas vulkanisir ban pe­s­awat, menurutnya telah dila­kukan oleh sejumlah negara dunia. Aktivitas ini selain dapat menekan biaya produksi ban dengan kualitas baru, namun juga lekat dengan isu pelestarian lingkungan. Saat ini Michelin telah memiliki pabrik vulkanisir ban di Thailand.

“Di negara manapun, vul­kanisir ban pesawat me­mang sudah diberlakukan. Per­soalannya bukan hanya soal ‘cost’ tapi juga soal lingkungan. Ja­di, bagaimana citra negatif vulkanisir ini bisa disampaikan secara teknis,” kata Harjanto.

Terkait dengan usulan terakhir yakni pabrik pengolahan karet ban bekas untuk bahan baku infrastruktur jalan khususnya pada aspal, pendirian pabrik ini relatif baru di Indonesia. Kelak, pabrik ini akan menggunakan sumber daya yang ada di dalam negeri.

“Populasi sepeda motor In­donesia 80 juta unit. Jika ban digunakan selama 1,5 ta­hun, maka setiap tahun ada 160 juta ban bekas yang di­ha­silkan. limbah ini bisa diolah men­jadi campuran bahan baku in­fra­struktur khususnya aspal, kami minta Michelin siapkan teknologinya. Pak Menteri sudah tanya Michelin butuh insentif apa untuk bangun pabrik,” katanya.

Harjanto mengatakan, dalam hal ini Michelin memiliki kemampuan dari sisi teknologi dan pengalaman memanfaatkan ban bekas untuk pembangunan jalan. “Kami minta Michelin bantu dari sisi teknologi dan ahli me­reka. Bagaimana Indonesia bis­a mengembangkan teknologi dan mengaplikasikannya di dalam negeri.

Corporate Vice President Pub­lic Affairs Compagnie Fi­nan­ciere Michelin, Eric Le Corre, me­nga­takan Michelin telah memiliki pabrik vulkanisir ban di Thailand, atas usulan tersebut pihaknya akan melakukan pembahasan dengan kantor pusat.

“Kami belum bisa memberikan jawaban. Terkait dengan per­mintaan meningkatkan peng­gu­naan karet dari Indonesia kami akan bahas dulu dengan group. Kami perusahaan global, harus mem­pelajari setiap peluang de­ngan baik dan seluruhnya di­kem­­balikan kepada kantor pusat di Prancis,” terang Eric.

Hingga saat ini, tuturnya, perusahaan belum memiliki ren­cana untuk menambah in­ves­tasi baru di Indonesia. Kendati de­mikian, perusahaan terus men­dukung pembangunan in­dus­tri dalam negeri dan akan mem­pertimbangkan penawaran dari Kemenperin.
(ant-bc)

Close Ads X
Close Ads X