Lembaga Pinjaman Rancang Skor Kredit Dukung UMKM

Jakarta – Platform penyelenggara bisnis pinjaman dari pengguna ke pengguna (peer to peer lending/P2P lending), Amartha meluncurkan sistem skor kredit yang dirancang khusus untuk masyarakat yang belum familiar dengan sistem perbankan.

Sistem tersebut diharapkan mampu membantu usaha mikro agar lebih mudah mendapatkan akses pembiayaan karena calon investor memiliki informasi mengenai kemampuan dan kemauan bayar pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai calon peminjamnya.

CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, mengatakan saat ini kebanyakan analisa kelayakan peminjam dilakukan secara konvensional serta didasari atas kepemilikan jaminan.

Ditambah lagi, bank juga membutuhkan laporan keuangan yang memadai untuk melihat performa usaha.

“Skema ini kami nilai sulit untuk dipenuhi para pelaku usaha mikro yang bergerak di sektor informal seperti peternak ikan cupang, pedagang nasi uduk, dan beragam pengusaha lainnya yang menjalankan usaha seperti di pasar tradisional,” tuturnya.

Amartha yang bertransformasi menjadi “fintech” P2P Lending pada 2016 melihat sistem skor kredit konvensional belum mampu mengakomodasi kebutuhan usaha mikro dan kecil di Indonesia. Lembaga itu optimistis dapat menjembatani peran tersebut.

Andi menuturkan, pihaknya yang saat ini mendampingi hampir 30.000 mitra usaha mikro, mengamati metode skor kredit yang ada seperti “BI Checking” hanya dapat melayani usaha dan perorangan yang sudah memiliki sejarah kredit di perbankan.

Sistem ini tersebut tidak memungkinkan untuk melayani masyarakat yang tidak memiliki akses perbankan (unbanked) dan tinggal di pelosok pedesaan.

Maka, Andi mengatakan pihaknya memperkenalkan analisa risiko melalui pendekatan psikologis dan kepribadian, di samping informasi profil usaha pribadi calon peminjam.

“Kami mengukur bagaimana korelasi kemungkinan kredit macet dengan kepribadian seseorang seperti sikap, niat baik, dan kepercayaan diri peminjam,” ujarnya.

Hasil dari uji psikometrik itu bisa diterapkan untuk mereka yang sudah memiliki usaha maupun mereka yang baru memulai usaha.

Sistem tersebut diharapkan mampu membuka akses masyarakat unbanked terhadap permodalan yang terjangkau melalui platform amartha.com.

Andi menuturkan pelaku usaha mikro di Indonesia saat ini memang masih didominasi oleh mereka yang masuk dalam kategori masyarakat “unbanked” atau tidak memiliki akun atau tidak mendapatkan akses pada layanan perbankan.

Selain keterbatasan lokasi geografis untuk menjangkau layanan keuangan, pada umumnya masyarakat di segmen ini berpendidikan rendah dan bekerja di sektor informal.

Bank Pembangunan Asia mencatat pada September 2015 terdapat 78 persen dari 255 juta penduduk Indonesia yang masuk dalam kategori “unbanked”. Angka tersebut berada jauh di atas rata-rata masyarakat “unbanked” global, yaitu 38 persen.

Di sisi lain, besarnya proporsi masyarakat “unbanked” yang bergerak di usaha mikro dan UKM merupakan potensi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja, jika dapat diberdayakan secara optimal. (ant)

Close Ads X
Close Ads X