Bank Dunia Soroti Program KUR

Jakarta – Bank Dunia menyoroti kebijakan kredit usaha rakyat (KUR) di Indonesia sebagai program prioritas dalam mendukung pemberian kredit atau pembiayaan kepada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah.

Pelaksana Tugas Kepala Ekonom Bank Dunia di Indonesia, Hans Anand Beck, dalam peluncuran laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia (Indonesia Economic Quarterly) edisi Maret 2017 di Jakarta, Rabu, menjelaskan beberapa alasan mengapa program KUR yang telah didesain ulang pada 2015 tersebut kurang optimal. Dia mengatakan akses pinjaman yang berkelanjutan lebih penting bagi UMKM daripada bunga yang rendah.

“Bunga saat ini menyimpang secara signifikan dari harga pasar dan tidak berkelanjutan secara finansial,” kata Hans.

Sebagaimana diketahui, program KUR yang awalnya dibentuk pada 2007, adalah salah satu program pinjaman bersubsidi terbesar untuk UMKM di negara-negara pasar berkembang.

Ketika program ini didesain ulang pada 2015, fokus KUR berubah dari fasilitasi akses terhadap pinjaman bagi para peminjam UMKM melalui pemberian jaminan kredit secara parsial, menjadi penyediaan pinjaman pada tingkat bunga bersubsidi bagi UMKM, terlepas dari kondisi akses mereka sebelumnya terhadap pembiayaan.

KUR tersebut memberikan fasilitas kredit berbunga 9 persen efektif per tahun atau sama dengan suku bunga flat yang setara. Hans menyoroti bahwa desain ulang ini telah menyebabkan peningkatan pembiayaan oleh pemerintah sebesar sepuluh kali lipat, baik dari segi subsidi langsung maupun tidak langsung.

Bank Dunia memandang perlu adanya peninjauan kembali terhadap pemanfaatan pinjaman bersubsidi untuk mendukung UMKM mengingat biayanya yang tinggi, kecuali jika manfaat dari program KUR dapat didokumentasikan dengan baik.

Secara khusus, pemerintah harus mempertimbangkan apakah manfaat tambahan dari program KUR yang baru tersebut sebanding dengan peningkatan yang besar dalam hal biayanya.

“Atau apakah fokus pada instrumen-instrumen lainnya yang lebih murah dan sudah teruji, seperti jaminan kredit parsial dan penguatan infrastruktur keuangan, agar dapat mendukung sektor UMKM dengan biaya yang jauh lebih rendah,” kata Hans.

Penargetan bunga subsidi dan penjaminan kredit yang lebih terfokus untuk UMKM dengan akses terbatas ke pembiayaan, seperti debitur pertama kali atau UMKM di daerah terpencil, juga dinilai bisa meningkatkan efisiensi program.

OJK Kaji Bisnis Baru KUR

Sementara Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad mengatakan pihaknya tengah mengkaji model bisnis baru program kredit usaha rakyat (KUR) agar penyalurannya lebih bisa masuk ke sektor prioritas dan produktif. Dalam acara peluncuran laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia (Indonesia Economic Quarterly) edisi Maret 2017 oleh Bank Dunia di Jakarta, Rabu, Muliaman mengatakan sektor prioritas penyaluran KUR antara lain pertanian, manufaktur, dan pariwisata.

“Masih dicari dan dibuat sesegera mungkin. OJK juga memantau implementasinya terutama dengan dampak persaingan dengan bank yang tidak mengikuti KUR,” kata dia.

OJK dan perwakilan perbankan akan bertemu untuk mendesain skema KUR dengan memperhatikan ekosistem pembiayaan bagi sektor-sektor prioritas. Model semacam itu nantinya akan melibatkan banyak pihak. Muliaman mencontohkan misalnya di sektor pertanian ada nasabah yang membeli produksinya, menjamin pupuk tersedia, dan menjanjikan bibit kualitas utama.

“Kalau sudah terjadi ekosistem ini, bank lebih berani karena sudah ada yang beli dan sudah ada kepastian. Termasuk misalnya peremajaan pohon atau kebun-kebun,” kata dia.

Muliaman mengatakan bahwa otoritas akan terbuka dalam menerima masukan mengenai model KUR dari semua pihak.

Sebagai informasi, pemerintah menargetkan penyaluran KUR mencapai Rp100 triliun hingga Rp120 triliun untuk 2017. Angka tersebut tidak berbeda dengan 2016 yang memiliki suku bunga kredit yang dibebankan kepada debitur sebesar 9 persen efektif per tahun. (ant)

Close Ads X
Close Ads X