Medan – Realisasi ekspor komoditi karet Sumatera Utara sepanjang tahun 2016 lalu, mencapai angka 421.670 ton. Namun jumlah itu menurun sekitar 3,3 persen dari realisasi ekspor karet pada tahun lalu yang telah menyentuh angka 436.197 ton.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara, Edy Irwansyah, mengatakan, penurunan realisasi ekspor ini terjadi seiring dengan adanya upaya penahanan ekspor melalui kesepakatan skema pembatasan tonase ekspor (ATES) oleh tiga negara penghasil karet utama dunia, Indonesia, Thailand dan Malaysia.
“Selain itu penurunan realisasi ekspor juga didorong oleh melemahnya permintaan dari tiga konsumen karet alam utama dunia, yakni Amerika, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Jepang,” kata Edy di Medan, Minggu (15/1).
Penurunan realisasi ekspor ini kata Edy juga terjadi seiring dengan penurunan produksi karet di tingkat petani. Sepanjang tahun 2016 lalu kata Edy, total produksi karet Sumatera Utara mencapai 441.220 ton. Turun 2,13 persen dibandingkan produksi tahun 2015 yang telah mencapai 450.801 ton.
“Di 2016, hasil produksi kita mencapai 441.220 ton. Di ekspor 421.670 ton dan diserap pasar lokal sebanyak 19.550 ton. Sedangkan pada tahun lalu, total produksi mencapai 450.801 ton, dengan jumlah yang berhasil diekspor sebanyak 436.197 ton dan diserap pasar lokal 14.603 ton,”jelasnya.
Sementara itu untuk harga, kata Edy, ada kenaikan tipis di 2016. Jika pada tahun 2015 lalu harga jual rata-rata karet jenis TSR20 mencapai 136,93 sen Dolar Amerika per kilogram, pada tahun 2016 naik 0,61 persen menjadi 137,76 sen Dolar Amerika perkilogram.
“Kita harap akan terus ada perbaikan harga di tahun 2017 ini. Sehingga produksi dan ekspor juga dapat kita maksimalkan,” tandasnya. (oz)