Pemerintah Siapkan Skema Integrasi Industri Hulu-Hilir

Jakarta – Penumbuhan industri berperan strategis mempercepat pemerataan pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia, mengingat aktivitas industri selalu membawa efek berganda terhadap pertumbuhan ekonomi nasional seperti melalui penyerapan tenaga kerja, peningkatan nilai tambah, dan penerimaan devisa.

“Untuk itu, kami bersama pemangku kepentingan tengah menyiapkan skema integrasi industri dari hulu sampai hilir. Skema ini dapat menumbuhkan industri di Indonesia yang implikasinya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis (23/3).

Merujuk data BPS, sepanjang tahun 2016, industri pengolahan non-migas secara kumulatif tumbuh sekitar 4,42 persen dengan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional sebesar 18,20 persen.

Pada tahun 2017, industri pengolahan non-migas diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,2-5,4 persen dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1-5,4 persen.

Menurut Airlangga, dalam skema tersebut, integrasi dimulai dari bahan baku, proses produksi, jasa terkait hingga menjadi produk akhir, bahkan sampai pada daur ulang produk industri tersebut. “Skema ini penting bagi peningkatan daya saing industri nasional ke depan,” ujarnya.

Untuk implementasinya, pemerintah akan mengurangi hambatan-hambatan di sektor perindustrian sehingga mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif di dalam negeri. Misalnya melalui deregulasi dan paket kebijakan ekonomi. “Saat ini sedang dikaji. Salah satu target yang bisa didorong adalah pengembangan industri padat karya berorientasi ekspor,” tutur Airlangga.

Menperin menyebutkan, beberapa sektor kimia hilir yang mampu mendorong ekonomi berkeadilan di Indonesia, antara lain industri barang jadi karet, industri farmasi dan obat tradisional, serta industri kosmetika.

“Sebagai gambaran, potensi industri barang jadi karet di dalam negeri, dari hulunya didukung dengan area perkebunan karet paling luas di dunia yang mencapai 3,64 juta hektare,” ungkapnya.

Dari total luas area tersebut, produksi karet sebanyak 3,16 juta ton pada tahun 2016. Di sektor antara, industri pengolahan karet sekitar 145 perusahaan dengan menyerap tenaga kerja lebih dari 36 ribu orang dan memiliki kapasitas produksi hingga 5,2 juta ton per tahun.

Sedangkan, di sektor hilir, yang di antaranya meliputi industri ban, sarung tangan karet, dan komponen otomotif, terdiri dari 308 perusahaan dengan kapasitas produksi 1,4 juta ton per tahun.

“Selain itu, industri tekstil dan produk tekstil juga berperan. Sektor ini merupakan kantong penyerapan tenaga kerja terbesar hampir 3,5 juta orang sampai ke skala industri kecil dan menengah (IKM),” imbuh Airlangga.

Untuk memacu daya saing industri ini, Kemenperin tengah menjalankan langkah strategis seperti peningkatkan kompetensi tenaga kerja, perlindungan pasar dalam negeri, pengembangan industri subtitusi impor, perluasan pasar ekspor, dan pemanfaatan lembaga pembiayaan ekspor.

Kemudian, industri padat karya berorientasi ekspor lainnya yang sedang didongkrak kinerjanya, antara lain sektor industri alas kaki, industri pengolahan ikan dan rumput laut, industri aneka (mainan anak, alat pendidikan dan olah raga, optik, alat musik), industri kreatif (kerajinan, fashion, perhiasan), serta industri elektronik dan telematika (multimedia, software).

Selanjutnya, industri furniture kayu dan rotan, serta industri makanan dan minuman (turunan CPO, olahan kopi, kakao). Amunisi untuk memacu sektor-sektor tersebut, salah satunya dengan memberikan insentif fiskal berupa pemotongan pajak penghasilan yang digunakan untuk reinvestasi.

Sedangkan, khusus industri kecil dan menengah (IKM), Kemenperin akan meminta keringanan seperti insentif pajak dan diskon bea masuk untuk kebutuhan peralatan produksi. Misalnya, fasilitasi kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).

“Kami juga tengah mendongkrak produktivitas dan daya saing IKM karena merupakan tulang punggung perekonomian nasional sekaligus sebagai sektor mayoritas dari seluruh populasi di Indonesia yang mampu menyerap banyak tenaga kerja,” ungkapnya.

Dengan terintegrasinya sektor industri, pemerintah berharap ke depan ada dampak positif terhadap kinerja manufaktur dan penyerapan tenaga kerja.

“Jika estimasi dari pertumbuhan industri dari agro, logam maupun petrokimia dalam tiga tahun ke depan bisa berjalan sesuai rencana, kami harapkan ada tambahan 500 ribu tenaga kerja yang diserap dengan berjalannya proyek,” papar Airlangga.

Kemenperin mencatat, mulai tahun 2017-2020 akan ada 89 proyek investasi dengan nilai mencapai Rp527,5 triliun dan ditargetkan menyerap tenaga kerja sebanyak 544 ribu orang.

“Sasaran utama pembangunan industri nasional pada tahun 2017, antara lain pertumbuhan industri pengolahan non-migas sekitar 5,4 persen dan peningkatan jumlah tenaga kerja sektor industri menjadi 16,3 juta orang,” tegasnya.

Menperin juga menyampaikan, beberapa kawasan industri di Tanah Air telah siap diisi oleh investor dan didukung dengan fasilitas penunjang seperti pelabuhan dan infrastruktur lainnya.

Misalnya, Kawasan Industri Sei Mangkei, Sumatera Utara yang difokuskan pada pengembangan oleokimia, Kawasan Industri Dumai, Riau dan Kawasan Industri Berau, Kalimantan Timur yang akan dibangun menjadi Palm Oil Green Economic Zone (POGEZ), serta Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah dan Kawasan Industri Konawe, Sulawesi Tenggara yang menjadi pusat pengembangan industri smelter berbasis nikel.

(ant)

Close Ads X
Close Ads X