Industri TPT Dipastikan Mampu Berdaya Saing Global | Pemerintah Bakal Batasi Impor Tekstil

Jakarta – Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto optimistis bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional mampu berdaya saing global sehingga potensi meraih pasar domestik maupun internasional semakin meningkat.

“Kami optimistis industri TPT nasional mampu berdaya saing global. Apalagi industri ini telah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional,” kata Airlangga, Senin (24/4).

Airlangga menyampaikan hal tersebut usai meresmikan perluasan pabrik PT Sri Rejeki Isman Textile (Sritex) Tbk di Solo Jawa Tengah beberapa waktu lalu.

Namun demikian, Airlangga menyampaikan bahwa industri ini masih mengalami berbagai tantangan, salah satunya adalah kondisi permesinan yang mayoritas usianya sudah tua, terutama pada industri pertenunan dan perajutan.

“Upaya peremajaan mesin dan peralatan industri TPT yang selama ini kami lakukan sebenarnya telah menunjukkan perkembangan yang positif, namun perlu dilanjutkan dengan program akselerasi peningkatan daya saing yang lebih efektif dan terintegrasi,” lanjut Airlangga.

Di samping itu, tambahnya, paket-paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah sebaiknya bisa dimanfaatkan oleh dunia usaha terutama industri TPT, karena saat inilah situasi yang tepat untuk meningkatkan investasi. “Hal ini apabila tidak dilakukan dalam waktu lima tahun ke depan, industri tekstil nasional akan sulit bersaing dengan negara kompetitor utama seperti India, Tiongkok, Vietnam dan Bangladesh,” sebutnya.

Apalagi, saat ini Kemenperin tengah menggodok regulasi khusus untuk industri padat karya berorientasi ekspor, di mana akan mengatur tentang pemberian insentif fiskal berupa investment allowance. “Jadi, pelaku usaha akan mendapatkan diskon PPh yang harus dialokasikan untuk ekspansi usaha,” jelasnya.

Terkait perluasan pasar ekspor, Kemenperin tengah mendorong untuk membangun perjanjian kerja sama yang komprehensif dengan Eropa dan Amerika Serikat agar bisa mendapat keringanan tarif yang lebih baik. “Termasuk juga dengan industri kecil, kami akan fasilitasi untuk meningkatkan ekspor,” ujarnya.

Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono menuturkan, tantangan lain yang menghambat pertumbuhan investasi di sektor industri TPT, yakni masih adanya impor kain. Untuk itu, Kemenperin menggandeng Kementerian Perdagangan untuk membatasi impor tekstil dalam rangka menjaga industri TPT dalam negeri tetap tumbuh.

Selain itu, Sigit menyebutkan, pihaknya juga bergerak ke hulu untuk mendorong pertumbuhan industri tekstil domestik. “Kami pun mengimbau agar masyarakat Indonesia tetap menggunakan produk dalam negeri sebagai dukungan untuk pertumbuhan industri TPT nasional,” imbuhnya.

Hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang mengajak masyarakat untuk tidak gengsi membeli produk-produk buatan dalam negeri. Pasalnya, saat ini banyak industri dalam negeri yang sudah mampu menunjukkan taringnya dalam persaingan di pasar dunia.

Jokowi mencontohkan, salah satu industri tekstil kebanggaan Tanah Air adalah PT Sritex yang mampu memasarkan produknya ke seratus negara di dunia. Selain itu, juga dipercaya memproduksi pakaian militer untuk sejumlah negara seperti Jerman, Swedia, Belanda dan negara-negara di Eropa lainnya.

Sejauh ini industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) mengalami pertumbuhan ekspor sebesar 2% pada Januari-Februari 2017 dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya (year on year/yoy). Nilai ekspor sektor ini mencapai US$ 2 miliar.

Potensi pasar domestik maupun global untuk industri TPT masih terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan semakin tingginya permintaan akankebutuhan tekstil non sandang. Misalnya untuk kebutuhan rumah tangga, furniture dan non woven.

“Industri TPT yang juga sektor padat karya berorientasi ekspor ini dapat menjadi jaring pengaman sosial karena banyak menyerap tenaga kerja. Hingga saat ini, diperkirakan mencapai tiga juta orang,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Terkait perluasan pasar ekspor, Kemenperin tengah mendorong untuk membangun perjanjian kerja sama yang komprehensif dengan Eropa dan Amerika Serikat agar bisa mendapat keringanan tarif yang lebih baik.

Kemenperin mampu menggandeng sebanyak 117 perusahaan untuk menandatangani perjanjian kerja sama dengan 389 SMK dalam upaya menjalankan program pendidikan vokasi industri di wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Program ini merupakan kelanjutan dari yang telah diluncurkan di Mojokerto, pada 28 Februari 2017 dengan melibatkan sebanyak 50 perusahaan dan 234 SMK di Jawa Timur.

Pertumbuhan industri tekstil juga didorong oleh investasi baru maupun perluasan pabrik dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi, yang salah satunya dilakukan oleh PT Sritex.

PT Sritex yang telah menambah investasinya sebesar Rp2,6 triliun guna meningkatakan kapasitas produksi di pabrik pemintalan(spinning) dan penyempurnaan kain (finishing), yang akan menyerap tenaga kerja baru sebanyak 3.500 orang.

Direktur Utama PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto mengungkapkan, perluasan pabrik memberikan peningkatankapasitas produksi perusahaan.

“Dengan perluasan tersebut, saat ini Sritex Grup memiliki 24 pabrik spinning, tujuh pabrik weaving, lima pabrik finishing dan 11 garmen, dengan total karyawan lebih dari 50.000 orang,” katanya.

Oleh karena itu,pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia (SDM) menjadi prioritas perusahaan. “SDM adalah aset unggulan perusahaan yang dibentuk dengan pelatihan-pelatihan terstruktur. Selain itu, kami terapkan budaya perusahaan dengan terintegrasi dan inovatif sehingga mendapatkan SDM yang tangguh, terampil, berkompeten serta berkarakter,” paparnya.

(ant-dc)

Close Ads X
Close Ads X