Aturan Gambut Baru Tak Ganggu Industri Kertas

Sejumlah peserta dan panitia persiapan “The 1st Asia High Level Bonn Challenge Meeting” melakukan peninjauan di salah satu lokasi perkebunan konservasi lahan gambut di daerah Desa sepucuk, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Rabu (19/4). Pelaksanaan “The 1st Asia High Level Bonn Challenge Meeting” akan diselenggarakan 9-10 Mei 2017 di Provinsi Sumatera Selatan akan diikuti 30 negara. ANTARA FOTO/Dolly Rosana/Lmo/foc/17.

Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai, Peraturan Menteri (Permen) LHK Nomor P.17 Tahun 2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) tak akan mengganggu siklus produksi kayu untuk bahan baku industri kertas dan bubur kertas (pulp and paper).

Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan, kehadiran Permen LHK tersebut justru bentuk dukungan pemerintah terhadap industri HTI agar lahan yang digunakan benar-benar produktif.

“Justru tidak. Karena hutan itu harus ditanami menjadi area produktif, itu justru mendukung industri kayu. Jadi, tidak masalah. Pokoknya prospeknya bagus (untuk industri pulp and paper),” ucap Bambang saat ditemui di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Jumat (21/4).

Dengan begitu, sambung Bambang, aturan KLHK tersebut tak akan mengganggu bisnis industri pulp and paper karena sokongan bahan baku tetap mengalir dari area produktif yang dikembangkan dengan kebijakan satu kali tanam.

Di sisi lain, tujuan KLHK untuk memperhatikan kelangsungan bisnis yang sejalan dengan lingkungan hidup tetap bisa tercapai melalui Permen LHK tersebut. Adapun saat ini, KLHK mencatat, jumlah luasan lahan HTI di Indonesia mencapai sekitar 10 juta hektare lebih.

Hanya saja, Bambang tak menjelaskan lebih jauh, berapa jumlah luasan lahan yang dibidik pemerintah agar hanya digunakan untuk sekali tanam.Meski begitu, aturan tersebut rupanya menimbulkan kekhawatiran dari pelaku industri pulp and paper. Salah satunya dari Asia Pulp and Paper (APP), anak usaha Grup Sinar Mas Foresty, yang mencemaskan bahwa aturan main dari Menteri LHK Siti Nurbaya berpotensi mempersempit ruang pengelolaan lahan perusahaan.

Pasalnya, salah satu poin aturan dalam Permen LHK menyebutkan area tanaman pokok menjadi fungsi lindung, yang telah terdapat tanaman pokok pada lahan yang memiliki izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK-HTI), tanaman yang sudah ada, dapat dipanen satu daur, dan tidak dapat ditanami kembali.

Ketentuan ini membuat HTI di atas lahan gambut akan semakin berkurang, karena tidak boleh ditanami kembali setelah panen. Penyempitan ruang pengelolaan perusahaan secara otomatis juga akan mempersempit ruang kerja, sehingga berujung pada pengurangan terhadap tenaga kerja.

Dengan aturan tersebut, perusahaan, kata Iwan, akan berkomunikasi dengan pemerintah terkait pemberlakuan aturan yang diatur dalam Permen LHK. Ia berharap, pemerintah mempertimbangkan dampaknya kepada industri, tenaga kerja, hingga pertumbuhan ekonomi.

“Perusahaan akan terus berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pemerintah melalui Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) terkait solusi terbaik untuk industri sektor kehutanan,” kata Deputi Direktur APP Foresty Sinar Mas Iwan Setiawan. (cnn)

Close Ads X
Close Ads X