Industri Jamu Jalan di Tempat

Jakarta | Jurnal Asia
Industri jamu nasional belum mampu menggarap potensi pasar domestik dan ekspor yang bernilai ratusan triliun rupiah. Pertumbuhan industri berbasis tradisi dan budaya ini juga masih stagnan, karena belum mendapatkan dukungan optimal dari pemerintah, terutama Kementerian Perindustrian dan Perdagangan.

“Potensi pasar dalam negeri senilai Rp16 triliun, sedangan potensi pasar ekspor mencapai Rp80 triliun,” ujar Ketua Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia (GP Jamu), Charles Saerang, Kamis (12/3).

Charles menjelaskan di tengah pelemahan rupiah, pengusaha jamu nasional justru sedang kebanjiran permintaan bahan baku jamu, terutama temulawak dan jahe. “Rupiah terpuruk tetapi ekspor bahan baku jamu berupa serbuk lagi bagus. Boleh dibilang sekarang sedang booming,” ujarnya.

Dia menjelaskan tanaman bahan baku jamu (empon-empon) semakin dilirik importir asing, seperti dari Korea Selatan. Oleh karena itu, dia berharap petani bisa dibina dan diberdayakan oleh Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan pemerintah daerah.

Potensi pasar, sambungnya, sangat besar mencapai Rp80 triliun. Namun, Indonesia perlu mewaspadai India dan Pakistan yang mulai agresif membudi dayakan tananam jahe dan temulawak. “Namun, Indonesia hanya mampu memenuhi 10 persen dari potensi pasar ekspor, atau sekitar Rp8 triliun per tahun,” ungkapnya.

Terkait dengan gugatan kewajiban utang PT Njonja Meneer dari PT Nata Meridian Investara (NMI) sebesar Rp89 miliar, Charles menjelaskan akan menempuh cara damai dan kekeluargaan.”Saya tidak ingin ribut. Saya ini justru yang dicurangi, kepercayaan saya disalah gunakan. Dia itu teman lama sebagai akunting, kuasa direksi, dan distributor yang tahu jeroan perusahaan,” ungkapnya. (bc)

Close Ads X
Close Ads X