Estimasi Rupiah Tahun Depan Jadi 15.200 per Dolar AS

Jakarta | Jurnal Asia

Bank Indonesia (BI) memprediksi nilai tukar rupiah berada pada rentang 14.800 – 15.200 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 2019 mendatang. Angka ini kian melemah dibanding proyeksi awal BI, yakni Rp14.300 hingga Rp14.700 per dolar AS.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan perekonomian global masih akan menghadapi ketidakpastian pada tahun depan, sehingga masih ada halangan bagi rupiah untuk menguat. Hanya saja, ketidakpastian itu disebutnya tidak akan sekencang tahun ini.

Ketidakpastian pertama, lanjut dia, masih akan muncul dari AS. Normalisasi kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan Fed Rate tetap akan berlanjut hingga tahun depan.

Namun, jumlah kenaikan Fed Rate tahun depan diprediksi hanya akan terjadi tiga kali atau lebih sedikit dibandingkan tahun ini yang diprediksi empat kali.

“Memang masih akan ada kenaikan Fed Fund Rate, tapi kenaikannya akan lebih kecil dan bersifat gradual. Masih naik, tapi dengan skala kenaikan yang lebih kecil,” ujarnya di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (15/10).

Sementara itu, ketidakpastian kedua disebutnya akan muncul dari kebijakan bank sentral Eropa yang juga diprediksi menaikkan suku bunga acuannya.

Langkah itu diperkirakan memperkuat nilai tukar euro. Namun, menurut Perry, justru ini adalah langkah yang positif, sehingga keperkasaan dolar di tahun depan akan ditantang oleh euro.

Di sisi lain, Perry juga bilang ketidakpastian ketiga masih akan muncul dari perang dagang AS dengan sejumlah negara maju. Saat ini, AS sudah mulai melakukan perundingan dengan Kanada, Uni Eropa, dan Korea Selatan, sehingga tensi perang dagang tahun depan diprediksi bisa mereda.

Demikian juga yang masih berlanjut adalah proses perundingan AS dan Tiongkok. Ada spirit kerja sama internasional, termasuk dagang ada keinginan pendekatan yang konstruktif, lebih terbuka, dan menguntungkan bagi ekonomi global,” terang Perry.

Tak hanya memprediksi ketidakpastian, Perry juga bilang dinamika rupiah yang terjadi dalam sebulan belakangan disebut sangat cepat. Krisis yang terjadi di Turki dan Argentina ditengarai bikin pasar modal panik, sehingga bikin arus modal keluar dan rupiah keok di hadapan dolar AS.

Namun, ia juga masih menyadari bahwa rupiah juga lemah lantaran terjadi defisit neraca perdagangan pada kuartal III. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut defisit neraca perdagangan pada kuartal III mencapai US$840 juta.

Dengan berbagai kondisi yang terjadi, maka BI mau tak mau mengubah proyeksi nilai tukar tahun depan yang sebelumnya disusun awal September kemarin.

“Perkiraan kami, setelah melihat perkembangan September, kami memperkirakan untuk 2019, rata-rata nilai tukar berkisar Rp14.800 hingga Rp15.200 per dolar AS dari proyeksi semula Rp14.300 hingga Rp14.700 per dolar AS,” jelasnya.

Menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI, saat ini nilai tukar rupiah sudah di angka Rp15.246 per dolar AS. Dengan kata lain, rupiah sudah mengalami depresiasi 12,58 persen sejak awal tahun.

Selain itu, terkait perang dagang, ia menyebutkan ada keinginan dari negara-negara di dunia untuk menggunakan pendekatan yang lebih konstruktif bagi perdagangan terbuka, adil, dan menguntungkan baik bagi negara yang menjalin perdagangan dan juga secara global.

Selain itu, BI dan pemerintah, serta pihak-pihak terkait, akan terus melakukan koordinasi untuk mengurangi defisit transaksi berjalan dan mendorong masuknya modal asing.
(cnn|swm)

Close Ads X
Close Ads X