Dari Rp9,7 Triliun | Subsidi KPR 2017 Dipangkas Jadi Rp3,1 Triliun

Jakarta – Alokasi dana Fasilitas Likuiditas Pem­biayaan Perumahan (FLPP) alias subsidi KPR yang dianggarkan pada APBN 2017 bakal kena pangkas pada perubahan anggaran negara tahun ini.

Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, Lana Winayanti mengatakan, anggaran FLPP tahun ini akan dikurangi hingga menjadi sekitar Rp 3,1 triliun dari alokasi awal Rp 9,7 triliun.

“Di APBNP, FLPP justru berkurang. Karena kita fokus ke bank di luar BTN. BTN katanya mau pakai ke yang SSB (Subsidi Selisih Bunga). Jadi yang FLPP-nya nanti ke bank-bank yang non bukan BTN,” katanya saat dihuhungi di Jakarta, Kamis (22/6).

Adapun subsidi FLPP yang dikurangi lantaran pemerintah saat ini tengah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan FLPP. Penyaluran subsidi yang kerap tidak tepat sasaran membuat pemerintah mengalihkan dana tersebut pada tahun ini untuk pembangunan proyek strategis nasional.

“Dana FLPP akan dimanfaatkan untuk proyek strategis nasional,” katanya singkat.

Sedangkan untuk mewujudkan pem­ba­ngu­nan rumah murah bagi MBR, pemerintah akan mendorong partisipasi perbankan selain Bank BTN. Pemerintah pun akan fokus pada penyaluran subsidi selisih bunga dan bantuan uang muka untuk tahun ini. Kedua program bantuan subsidi perumahan tersebut dianggarkan dana sekitar Rp 5,9 triliun untuk 775 ribu unit rumah.

“Jadi ada masa di mana kita akan mengevaluasi seluruh kebijakan dan pelak­sanaan agar ke depan lebih tepat sasaran. Evaluasi seperti ketepatan sasaran dari kelompok penghasilan, MBR itu sendiri. Kan ada rencana untuk menyesuaikan batasan penghasilan sesuai dengan zona-zona itu. Kemudian dari rumah tapak, lahan makin banyak berkurang, mau enggak mau harus low rise vertical, intensifitas tanah,” ucap Lana.

“Kalau subsidi SSB kan 225 ribu unit. Ditambah yang FLPP sekitar 45-50 ribu unit. Itu dilaksanakan oleh bank yang bukan bank BTN,” pungkasnya.

Gaji di Atas Rp7 Juta
Sementara itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan mengubah kriteria batas atas penghasilan masyarakat yang bisa memanfaatkan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) atau KPR subsidi.

Kebijakan ini akan dilaksanakan lewat perubahan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tentang kemudahan dan/atau bantuan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Dirjen Pembiayaan Perumahan Ke­men­terian PUPR, Lana Winayanti mengatakan aturan ini segera diterapkan pada tahun depan menyusul draft perubahan Permen tersebut telah rampung dikerjakan.

“Draft permen sudah jadi. Kita masih harus sosialisasi ke bank-bank, stake­holder, bagaimana tanggapannya. Pokoknya kalau efektif, semua perubahan ini berlaku 2018. Sekarang masa evaluasi dan men­so­sia­lisasikan,” katanya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (21/6).

Dengan diubahnya kriteria jumlah penghasilan ini, maka rumah subsidi yang selama ini berlaku untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang bergaji maksimal Rp 4 juta, nantinya yang berpenghasilan di atas Rp 4 juta pun bisa beli rumah subsidi.

Namun hal tersebut tergantung dari tingkat upah minimum per provinsi. Intinya, penyaluran subsidi KPR di daerah akan lebih tepat sasaran karena menyesuaikan dengan tingkat penghasilan di tiap daerah. “Zonasi jadinya per daerah. Ada koefisien faktor pengali dikali UMP nya. Di beberapa daerah akan dinaikkan (dari Rp 4 juta). Tapi sementara tahun ini tetap Rp 4 dan 7 juta,” tukasnya.

Seperti diketahui, saat ini besaran penghasilan maksimal untuk MBR adalah Rp 4 juta per orang untuk rumah tapak dan Rp 7 juta untuk rumah susun. Dengan perubahan kebijakan ini, maka mereka yang bergaji di atas Rp 4 juta dan Rp 7 juta bisa punya kesempatan juga untuk mengajukan subsidi KPR.

Perluasan batas atas penghasilan penerima FLPP akan mendukung Program Sejuta Rumah yang digagas pemerintah, sehingga target pencapaian program tersebut akan lebih tepat sasaran.

(dtc)

Close Ads X
Close Ads X