Dana Ketahanan Energi Sebagai Bantalan

Jakarta | Jurnal Asia
Wakil Presiden, Jusuf Kalla, mengatakan, pungutan dana ketahanan energi sebagai “bantalan” alias “dana jaga-jaga” jika harga bahan bakar naik dan tidak stabil. “Iya itu untuk menjaga supaya jangan ada turun naik terlalu jauh. Nanti kalau BBM naik tentu ada bantalannya,” kata Kalla, di Jakarta, Senin.

ia mengatakan, dana itu nanti dikembalikan kepada masyarakat, namun dalam bentuk cadangan BBM karena belum tentu harga bahan bakar selalu stabil. “Ini bukan masyarakat mensubsidi pemerintah. Pemerintah tidak pernah disubsidi, tapi itu ada kelebihan kemudian dicadangkan untuk masyarakat juga nanti,” katanya.

Pemerintah memungut dana ketahanan energi mulai 2016 yang dibebankan langsung kepada harga premium dan solar yang dijual di pasaran. “Kebijakan ini semakin mengarah pada UU Nomor 30/2007 tentang Energi yang mengamanatkan kita harus punya keseimbangan dalam pengelolaan energi fosil menuju bobot energi terbarukan,” kata Menteri ESDM, Sudirman Said, secara terpisah.

Karena itu, pemerintah mulai memupuk dana ketahanan energi tahun depan, yakni Rp300 perliter untuk solar dan Rp200 perliter untuk premium sebagai implementasi pasal 30 UU Nomor 30/2007 tentang Energi.

Terhitung mulai 5 Januari 2016, harga premium diturunkan dari Rp7.300 menjadi Rp7.150 dan harga solar turun dari Rp6.700 menjadi Rp5.650. Harga itu sudah termasuk pungutan dana ketahanan energi sebesar Rp200 perliter untuk premium dan Rp300 perliter untuk solar.

Sebelumnya, pengamat ekonomi Sumatera Utara, Wahyu Pratomo, meminta pemerintah lebih terbuka dalam perhitungan harga BBM, karena masih ada sisipan dana pungutan ketahanan energi sebanyak Rp200 perliter, yang dibebankan kepada konsumen akhir alias masyarakat.

Menurut dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara itu, di Medan, Minggu, dalam beberapa kali penyesuaian harga BBM, masih terlihat ketidaktransparanan dan ketidakkonsistenan dalam penetapan harga.

Dia memberi contoh, harga BBM terakhir naik 1 Maret 2015 atau premium menjadi Rp7.300 dan solar Rp6.900 per liter, saat harga minyak mentah di pasar dunia sebesar 50 dolar Amerika Serikat per barel dan nilai tukar uang Rp13.000 per satu dolar Amerika Serikat.

Dengan harga minyak mentah dewasa ini yang lebih murah 22.5 persen berdasarkan MOPS Singapura, dan nilai tukar rupiah yang melemah 6,2 persen terhadap dolar Amerika Serikat dibandingkan kondisi Maret 2015, penurunan harga premium menjadi Rp7.150 per liter dinilai tidak proposional.

Hitungan harga BBM itu semakin dinilai tidak tepat. Menurut dia, karena dalam penetapan harga keekonomian premium (nanti) Rp6.950 seliter itu, masih ada tambahan pungutan dana ketahanan energi Rp200 perliter. Dijumlah, menjadi Rp7.150/liter sementara sekarang masih Rp7.400/liter. “Kebijakan penurunan harga BBM, terkhusus premium yang hanya sebesar Rp150 perliter dan pungutan dana ketahanan energi sangat tidak tepat,” katanya. (ant)

Close Ads X
Close Ads X