Tak Mungkin Daging Berkualitas di Bawah Rp80 Ribu, Bulog Cuma Duduk Manis

Menteri Pertanian Amran Sulaiman (kiri) berdialog dengan penjual daging sapi di Pasar Arumbae, Ambon, Rabu (14/9). Mentan disela kunjungan kerjanya di Provinsi Maluku, mendadak mengunjungi pasar tradisional untuk memantau harga daging maupun harga kebutuhan pokok lainnya di Kota Ambon. ANTARAFOTO/Izaac Mulyawan/foc/16.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman (kiri) berdialog dengan penjual daging sapi di Pasar Arumbae, Ambon, Rabu (14/9). Mentan disela kunjungan kerjanya di Provinsi Maluku, mendadak mengunjungi pasar tradisional untuk memantau harga daging maupun harga kebutuhan pokok lainnya di Kota Ambon. ANTARAFOTO/Izaac Mulyawan/foc/16.

Jakarta – Perhimpunan Peternakan Sapi dan Kambing Indonesia (PPSKI) menyatakan pemerintah telah salah persepsi mengenai harga daging sapi di bawah Rp80.000 per kg. PPSKi menyebutkan tidak ada harga daging sapi dengan kualitas baik dihargai Rp80.000 per kg. “Di luar itu misal Malaysia harga daging di bawah Rp80 ribu adalah daging kerbau atau daging sapi dengan cl yang di bawah 90. Jika begitu memang harganya bisa Rp60-Rp80 ribu per kg,” ujar Ketua PPSKI Teguh Boediyana di A One Hotel, Jakarta, Rabu (21/9).

Menurut Teguh, harga daging sapi di Indonesia jauh lebih murah dibandingkan harga daging di negara lain. Adapun, rata-rata daging sapi saat ini sekira Rp120-Rp150 ribu per kg. “Daging sapi di Indonesia jauh lebih murah. Urutan sale kita lebih baik dari Thailand,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah telah mendatangkan sekira 720 ton daging kerbau asal India dari total kuota impor sekira 10.000 ton. Namun ternyata daging kerbau yang didatangkan tersebut berasal dari negara yang belum bebas dari penyakit hewan, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Untuk itu, Teguh Boediyana mengatakan, pemerintah harus mengetahui konsekuensi kebijakan mengimpor daging kerbau dari negara yang belum bebas dari penyakit hewan. Selain dapat terkana PMK, pemerintah juga harus mengetahui berapa anggaran yang disiapkan tiap-tiap negara tersebut ketika PMK menyebar. “Kalian cek saja berapa spending yang disiapkan Brasil, India untuk vaksinasi berapa? Sudah pasti luar biasa,” tutur Teguh.

Teguh menuturkan, di India kerbau itu di produksi untuk susu. Meski begitu, masyarakat di sana sudah mengetahui jika ada penyakit pada kerbau, tapi karena sudah terbiasa jadi hal tersebut dibiarkan. “Bagi kita kan ini berbahaya. Ini (PMK) bisa menular pada kambing, domba, babi, yang kalau dibiarkan malah kasihan. Apalagi pemerintah nantinya harus mencantumkan dana vaksin dalam APBN, untuk mengantisipasi penyebaran penyakit,” ujarnya.

Senada dengan Teguh, Ketua Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia, Thomas Sembiring menjelaskan, importir itu ada klasifikasi yang berbeda-beda. Tidak semua importir daging bisa diajak melakukan operasi pasar seperti yang diminta pemerintah. Importir itu ada produsen impor untuk kebutuhan bahan baku, importir untuk industri dan lainnya.

“Ini kan importir High End Market, disuruh ke operasi pasar ya hasilnya tidak maksimal. Jadi ada unsur pemaksaan supaya bisa menurunkan harga di bawah Rp80 ribu. Ini sangat mengganggu,” ujarnya. Menurut Thomas, pemerintah pasti sudah mengetahui berapa harga daging impor, dan berapa harga yang mesti disesuaikan di Indonesia.

Semua data tersebut bisa diakses dan semua datanya transparan. Seharusnya, dengan data ini pemerintah mengetahui bahwa target daging sapi di bawah Rp80.000 per kg itu sulit. “Jadi permintaan pemerintah menekan harga daging di bawah Rp80.000 terlalu memaksa,” tuturnya.

Bulog Duduk Manis
Diketahui bahwa pemerintah menunjuk Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) melakukan impor daging kerbau asal India sebanyak 10.000 ton. Tugas ini pun dianggap menjadi bisnis terbaru dan hanya menguntungkan Bulog.

Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Asnawi menuturkan, tugas pemerintah pada Bulog membuat perusahaan BUMN ini mengintervensi pasar hulu hingga hilir. Di sisi hulu, Bulog langsung membeli harga-harga daging kerbau India dengan harga tidak lebih dari Rp46.000 per kg.

Dengan rincian perasional cost dan pendistribusian harga daging menjadi Rp53.000 per kg (harga di pasar). Di hilir atau dalam memasarkan Perum Bulog menjalin kerjasama dengan Pemerintah DKI Jakarta untuk menjual daging pada para pedagang di 43 pasar.

“Teman-teman di sini beli dengan di atas Rp56.000 dan dijual tidak boleh lebih Rp65.000. Artinya hanya ada keuntungan tidak lebih Rp5.000. Bandingkan dengan keuntungan Bulog. Bisa dibayangkan jumlahnya 10.000 ton berapa keuntungannya,” ujarnya.

Asnawi menambahkan, spesialnya Bulog berlanjut. Setelah izin diberikan, penunjukan BPOM dan MUI untuk sertifikasi kehalalan dan penjaminan kesehatan daging kerbau pun sudah disiapkan pemerintah. Lalu apa yang Bulog lalukan dengan impor daging kerbau ini ? “Bulog ya duduk manis saja. Ini menjadi bisnis anyar. Bisnis ini yang diuntungkan itu improtir. Siapa importirnya ya Bulog,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Asisten Deputi Peternakan dan Perikanan Kementerian Koor­dinator Perekonomian Jafi Alzagladi menuturkan, 100.000 ton daging tidak semua berasal dari India. Ada beberapa negara yang tengah dilakukan penjajakan.

Namun, dirinya tidak menyebut negara mana yang sedang diajak bekerjasama. “itu dari mana-mana, tidak hanya India. Di situ disebutkan hanya daging. Itu sudah disetujui (Keputusan Kemenko Bidang Perekonomian),” ujar Jafi.

Menurut Jafi, langkah penambahan kuota impor ini karena pemerintah sudah memperhitungan kekurangan pasokan lokal. Pemerintah pun dapat memastikan bahwa impor daging kerbau dari sumber sumber yang tentu melalui persyaratan bebas PMK dan memenuhi persyaratan ke halalan. “Jadi sudah memperhitungkan mana kala kekurangan kita. Seandainya 70.000 tahap pertama lebih akan di carry over untuk 2017. Jadi itu mengisi kekurangan kita,” ujarnya.
(oz)

Close Ads X
Close Ads X