Rusia Tolak Ikan Indonesia

Seorang pekerja menata ikan yang akan dijual di Pasar Ikan Muara Baru, Jakarta, Sabtu (29/7). Bank Indonesia memprediksi inflasi Juli terkendali yang sejalan dengan target inflasi 4 plus minus 1 persen hingga akhir tahun 2016 disebabkan faktor daya beli masyarakat yang mulai meningkat, indeks harga komoditas ekspor Indonesia yang meningkat dan neraca pembayaran yang surplus. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww/16.

Jakarta – Badan Karantina Ikan Pe­ngendalian Mutu dan Kea­manan Hasil Perikanan (BKIPM) mengungkapkan bahwa sepan­jang tahun lalu, ikan dari Indonesia yang diekspor ke Rusia ditolak masuk hingga 4 kali.

Rusia adalah negara yang paling banyak menolak ikan dari Indonesia pada tahun 2016. Ikan Indonesia ditolak masuk karena dianggap ti­dak memenuhi standar ke­a­ma­­nan pangan di Rusia. Ba­dan Karantina setempat me­nemukan kandungan logam berat dalam ikan asal Indonesia.

“Ada 4 kasus di Rusia tahun lalu. Persoalannya minyak ikan dan merkuri di dalamnya,” kata Kepala BKIPM, Rina, dalam konferensi pers di KKP, Jakarta, Rabu (11/1).

Meski demikian, menurut Rina, angka penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra pada 2016 tergolong rendah. Rata-rata jauh di bawah 10 kasus per negara.

“Yang terbesar 4 kasus di Rusia, ada beberapa kasus juga di Eropa,” ungkapnya.

Tapi angka penolakan ter­hadap ikan dari Indonesia masih lebih rendah dibanding negara-negara tetangga seperti Vietnam, India, dan Thailand. Misalnya di Uni Eropa, Indonesia total hanya mengalami 7 peno­lakan pada 2016 lalu. Dari 7 kasus itu, 1 kasus di Jerman, 1 kasus di Spanyol, 1 kasus di Italia, 2 kasus di Belanda, dan 2 kasus di Perancis.

Sedangkan Vietnam total mengalami penolakan hingga 32 kali di Uni Eropa, India 31 kali, dan Thailand 19 kali.

“Vietnam 32 kasus, India 31 kasus, Thailand 19 kasus. Total kasus untuk Indonesia 7 kasus,” paparnya.

Angka penolakan juga amat rendah bila dibandingkan dengan jumlah pengiriman. Total ada sekitar 86.000 kali pengiriman ikan ke luar negeri.”Jadi hanya nol koma nol sekian persen yang terkena kasus,” tutup Rina. (dtf)

Close Ads X
Close Ads X