Pupuk Indonesia Minta Ubah Skema Beli Gas

Jakarta – Demi menekan beban produksi, PT Pupuk Indonesia (Persero) akan meminta revisi skema harga gas bagi empat anak usahanya. Keempat anak usaha tersebut yaitu PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC), PT Petrokimia Gresik (PKG), dan PT Pupuk Sriwidjaya Palembang (Pusri). Saat ini perusahaan membeli gas dengan skema harga tetap (fixed price) ditambah eskalasi per tahunnya.

Direktur Teknik dan Pengembangan Pupuk Kujang, Hanggara Patrianta menjelaskan, skema fixed price ini dianggap tidak relevan karena eskalasi harga gas per tahunnya tidak sejalan dengan perkembangan harga pupuk internasional yang tengah terpuruk.

Akibatnya, Harga Pokok Penjualan (HPP) perusahaan jauh di atas harga pupuk internasional, yang membuat produk perusahaan tak punya daya saing. Ia menjelaskan, saat ini perusahaan membeli gas dengan harga US$5,57 per MMBTU hingga US$7,25 per MMBTU. Padahal, harga keekonomian gas saat ini berkisar di angka US$4 per MMBTU.

Hasilnya, HPP bagi produksi PIM, PKC, PKG, dan Pusri masing-masing tercatat sebesar US$326 per ton, US$285,43 per ton, US$279,6 per ton, dan US$290,48 per ton. Padahal, saat ini harga pupuk urea internasional tercatat sebesar US$210 per ton.

“Maka dari itu, kami meminta harga gas bagi keempat pabrik ini menggunakan sistem formulasi saja. Pada saat harga gas tinggi, tentu harga pupuk juga tinggi, tapi kami masih bisa untung. Sedangkan kalau saat ini, harga gas tinggi tapi malah tidak sesuai dengan harga pupuknya,” ujar Hanggara, Selasa (20/9).

Dari seluruh anak usaha perseroan, lanjutnya, hanya pabrik PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) saja yang telah menerapkan harga gas dengan skema formulasi. Sehingga, HPP di Pupuk Kaltim yang saat ini sebesar US$260,4 per ton, merupakan yang paling rendah dibandingkan produksi anak usaha Pupuk Indonesia yang lain.

“Saat ini harga gas bagi Pupuk Kaltim terbilang US$5 per MMBTU, yang merupakan formulasi dari harga amonia, harga minyak mentah Indonesia (ICP), dan harga urea internasional. Hasilnya, harga dari Pupuk Kaltim itu terbilang yang paling kompetitif,” jelasnya.

Lebih lanjut ia menuturkan, penetapan skema harga gas fixed price itu terjadi ketika harga pupuk di kisaran US$300 per ton. Pada saat itu, perusahaan mengaku beruntung karena harga gas masih terbilang ekonomis.

“Namun sekarang kan harga pupuk internasional turun drastis. Makanya, kami khawatir daya saing makin rendah. Kalau seperti ini, ya pupuk impor akan semakin deras karena lebih murah,” terangnya.

Oleh karenanya, sebagai permulaan, perusahaan berencana untuk mengubah skema penetapan harga gas di dalam revisi PJBG antara Pupuk Kujang dengan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan PT Pertamina EP. Kedua kontrak tesebut, rencananya akan habis di awal tahun 2017.

Jika pergantian skema ini berhasil, maka ia berharap harga gas bagi ketiga pabrik lain bisa ikut berubah menjadi skema formulasi. “Tapi perubahan skema ini masih kami rundingkan dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dan KKKS. Yang jelas ya tahun ini dilakukan,” katanya.
(cnn)

Close Ads X
Close Ads X