Penegakan Hukum Kasus Lingkungan Lamban

Grup musik punk rock Marjinal tampil di tengah lahan gambut bekas kebakaran untuk memperingati Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) di Kota Pekanbaru, Riau, Jumat (9/12). Penampilan Marjinal tersebut sekaligus untuk membuat video klip untuk kampanye melawan korupsi pada penegakan hukum terhadap korporasi yang membakar lahan dan hutan Riau. Foto ANTARA/FB Anggoro/ama/16.

Pekanbaru – Jikalahari menilai Kapolda Riau Irjen Pol. Zulkarnaen Adinegara belum terlihat ada terobosan berarti untuk berani menyelesaikan kasus pidana lingkungan hidup dan kehutanan di Riau kendati kinerjanya sudah memasuki 100 hari.

“Kinerja Kapolda Riau Irjen Pol. Zulkarnaen Adinegara biasa saja, dan penegakan hukum bidang lingkungan masih jalan di tempat,” kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari, di Pekanbaru, Kamis (12/1).

Penilaian tersebut disampaikannya terkait beberapa hari sebelum Kapolda Riau dijabat oleh Zulkarnain, pada 14 September 2016 Polda Riau menetapkan PT Sontang Sawit Permai (PT SSP) di Kabupaten Rohul dan PT. Wahana Sawit Subur Indah (PT WSSI) sebagai tersangka pembakar hutan dan lahan.

Ia menekankan bahwa PT WSSI sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 2015 oleh Polda Riau. Lalu mengapa sampai detik ini, Polda Riau belum melimpahkan berkas korporasi ke kejaksaan (belum P-21).

“Padahal Polda Riau berpengalaman menangani perkara karhutla yang melibatkan korporasi, kata Woro Supartinah.

Kedua, 6 dari 15 korporasi yang dihentikan perkaranya oleh Polda Riau, hingga detik ini belum juga dilanjutkan penyidikannya oleh Polda Riau. Sedangkan temuan Mabes Polri, enam korporasi tersebut layak dilanjutkan penyidikannya.

Ketiga, pada 18 November 2016 Eyes On The Forest (EoF) melaporkan langsung kepada Kapolda Riau tindak pidana 49 korporasi melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Saat menerima laporan, Zulkarnain memerintahkan Wadireskrimsus Ari Rahman untuk memberikan Surat Pemberitahuan Perkemba­ngan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada Pelapor (EoF).

“Namun lagi-lagi sampai tahun baru ini, SP2HP belum pernah kami terima. Seharusnya Zulkarnain segera memerintahkan Ditkremsus untuk segera menyelesaikan kasus-kasus karhutla tersebut karena sudah jelas perkaranya. Selain itu, adanya Surat Edaran Kapolri No. SE/15/XI/2016 tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan mempertegas tata cara dan penerapan pasal pada kasus karhutla,” katanya.

Ia menjelaskan, SE tersebut merupakan penegasan sikap Kapolri bahwa tindak pidana kebakaran hutan dan lahan dapat dikenakan dengan pendekatan multidoor mulai dari UU Kehutanan, UU Perkebunan hingga UU Lingkungan Hidup. Pelakunya bukan saja individu, cukong juga korporasi.

Bila kebakaran terjadi di dalam areal korporasi, katanya lagi, namun penyidik tidak menemukan pelaku pembakarnya, korporasi tetap dapat dipidana menurut pasal 98 ayat (1) dan 99 ayat (1) UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“SE Kapolri kembali mempertegas bahwa apakah disengaja ataupun karena lalai kebakaran yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dapat dipidana. Kami menilai SE Kapolri tentang pengendalian karhutla menegaskan bahwa setiap kebakaran di dalam konsesi perusahaan maka pemegang izin perusahaan yang harus bertanggung jawab,” kata Woro Supartinah.

Keempat, lanjut Woro, laporan Pansus Monitoring dan Perizinan DPRD Riau pada 2014 telah melaporkan tindak pidana kehutanan penggunaan kawasan hutan non prosedural oleh 15 korporasi perkebunanan kelapa sawit kepada Polda Riau. Perkembangannya masih gelap, Polda Riau tidak pernah mengabarkan pada publik status penanganannya.

Kelima, pada 2015 illegal logging warga Bengkalis melaporkan illegal logging di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil. Pelakunya cukong dan aparat penegak hukum. Kapolda Riau baru mengamankan oknum bhabinkamtibmas lantaran diduga membekingi illegal logging, pemain besar hingga korporasi yang menerima kayu illegal tersebut belum disentuh Polda Riau. (ant)

Close Ads X
Close Ads X