Pelestarian Hutan Tergerus Perkebunan, Kinerja BUMN Kehutanan Dipertanyakan

Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Made Urip menyoroti kinerja BUMN sektor kehutanan yaitu Perhutani dan Inhutani agar benar-benar dapat menjalankan tugasnya untuk melestarikan kawasan hutan di berbagai daerah. “Perhutani maupun Inhutani yang diserahi tugas untuk menjaga hutan kita itu, kinerjanya tidak mengalami kemajuan yang signifikan untuk membangun hutan,” kata Made Urip.

Politisi PDIP itu menginginkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat meningkatkan sinergi untuk menjaga kelestarian hutan. Dia juga mengemukakan bahwa di sejumlah daerah, ada kawasan hutan yang seharusnya masih lestari tetapi tergerus oleh pembangunan perkebunan.

Selain itu, lanjutnya, ada juga persoalan seperti dugaan pengusaha perkebunan yang ternyata tidak memiliki izin dalam menggunakan kawasan hutan lindung. Sebelumnya, Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy M. Mauna memimpin gerakan penanaman 21.000 bibit pohon pada peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) 2016, Senin (28/11).

Gerakan menanam pohon tersebut dipusatkan di kawasan hutan petak “29d” Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sugihan, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Kerek, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Tuban, Jawa Timur.

Pehutani menyebutkan, penanaman bibit pohon jenis Jati PLus Perhutani (JPP), Kesambi, Kaliandara, Sengon, Mangga, Sirsak pada lahan hutan seluas 18,2 hektare. Perum Perhutani mengelola lahan hutan seluas 2,4 juta hektare di Jawa dan Madura dengan komposisi sistem tebang dan tanam 1:9.

Jumlah pohon yang ditanam Perhutani rata-rata 100 juta bibit setiap tahunnya untuk menjaga kelestarian sumber daya hutan. “Dalam rangka Hari Menanam Pohon Indonesia 2016 ini seluruh unit kerja Perhutani melaksanakan aksi tanam bibit pohon di masing-masing wilayah kerja,” kata Denaldy.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai perubahan pola makan masyarakat Indonesia tanpa sengaja turut menyebabkan terjadinya kerusakan hutan. “Banjir di Garut (Jawa Barat) atau di Dieng (Jawa Tengah) karena semua hutan dan bukit ditanami kentang dan kol. Oleh karena kita beralih dari makanan tropis ke ala barat. Kentang itu bukan makanan kita. Kita ini makan ubi,” ujarnya.

Menurut dia, saat ini lahan perbukitan dan hutan telah beralih fungsi menjadi lahan pertanian sehingga produksi melimpah. “Petani marah karena harga kentang turun,” ujarnya. Ia mengemukakan bahwa pada saat Kongres Kehutanan Indonesia dibentuk pada 1955, penduduk Indonesia masih berjumlah 90 juta jiwa dengan luas hutan 150 juta hektare. “Sekarang berbeda.

Setelah 61 tahun berlalu, jumlah penduduk 250 juta jiwa, naik 2,5 kali lipat. Hutan kita berkurang 40% atau mungkin 50% akibat penduduk bertambah, butuh rumah, butuh makanan yang lebih enak. Kita transmigrasi besar-besaran, akhirnya hutan dibuka,” katanya.

Wapres menambahkan bahwa kerusakan hutan di Indonesia juga disebabkan oleh ulah asing. “Di New York (AS) saya marahi semua orang yang tuduh kita rusak hutan. Di Tokyo (Jepang) saya bilang ini kursi, pintu, meja, jendela dari Indonesia. Kalian bayar kayu USD5, kau jual USD100,” katanya. (oz)

Close Ads X
Close Ads X