Kebijakan Trump Pengaruhi Ekspor Sawit

Petani menata tandan buah segar (TBS) kelapa sawit hasil panen miliknya di tempat penampungan sementara kelapa sawit Bram Itam, Tanjung Jabung Barat, Jambi, Kamis (4/2). Petani setempat menyebutkan, harga TBS kelapa sawit di daerah itu mulai bergerak naik dari Rp850 per kilogram menjadi Rp950 per kilogram dalam sebulan terakhir yang diprediksi terpengaruh peningkatan konsumsi sawit dalam negeri. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww/16.

Jakarta – Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan dilantik pada 20 Januari 2017. Realisasi kebijakan Trump saat kampanye juga ditunggu oleh berbagai negara, salah satunya Indonesia. Dalam kampanyenya, Trump berencana memangkas subsidi. Ini akan berimbas kepada ekspor sawit Indonesia.

Sebab, sawit yang digunakan sebagai campuran bahan bakar menjadi biodiesel yang seharusnya disubsidi pemerintah setempat. Jika Trump mencabut subsidinya, maka ekspor sawit Indonesia ke AS juga akan ikut berpengaruh.

“Kita tunggu Donald Trump. Di Amerika Serikat (AS) biodiesel berkembang karena subsidi, ka­lau Trump hapus subsidi akan kesulitan,” tutur Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) kelapa sawit Bayu Kris­namurthi di kantornya Graha Mandiri, Jakarta Pusat, Kamis (19/1).

Jika Trump merealisasikan janji kampanyenya, yaitu menghapus subsidi, maka ekspor sawit dari Indonesia ke AS akan berkurang drastis. Hal ini juga akan mem­pengaruhi volume ekspor sawit Indonesia tahun ini yang di­targetkan naik.

“Kalau enggak bisa bersaing kita susah kirim barang ke AS,” kata Bayu.

Sedangkan, untuk beberapa negara di Eropa selatan yang mulai menunjukkan tren positif bagi ekspor sawit Indonesia se­perti Spanyol dan Italia, Bayu mengatakan bahwa hal tersebut perlu didukung dengan fasilitas tangki untuk menampung ekspor dari Indonesia.

“Spanyol dan Italia prospektif kita butuh investasi. Butuh tangki, kilang, serta fasilitas-fasilitas untuk tampung produk kita ke sana,” tutup Bayu.

Terbanyak Diekspor ke India dan RRT
Indonesia sebagai salah satu negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia rajin mengekspor berbagai produk olahan sawit ke berbagai negara. Produk olahan sawit umumnya digunakan un­tuk makanan, kosmetik, hingga campuran bahan bakar.

Selama 2016, Indonesia terca­tat melakukan ekspor sawit senilai US$ 17,8 miliar atau Rp 240 triliun atau naik 8% dari sebelumnya US$ 16,5 miliar Rp 220 triliun. Sedangkan dari sisi volume ekspor di 2016 tercatat turun 2% dari 26,2 juta ton menjadi 25,7 juta ton.

Negara tujuan ekspor sawit Indonesia terbesar saat ini adalah India dengan volume ekspor hingga November 2016 mencapai 5,1 juta ton. Kemudian, Tiongkok sebanyak 2,8 juta ton. Tak ketinggalan, Belanda dan Pakistan juga menjadi negara tujuan ekspor sawit terbesar Indonesia dengan volume masing-masing 2,5 juta ton dan 1,8 juta ton.

Sedangkan dari sisi nilai Free On Board (FOB), ke India sebe­sar US$ 3,2 miliar, China US$ 1,8 mili­ar, Pa­kistan US$ 1,2 miliar, dan Belan­da US$ 1 miliar. FOB adalah kewajiban eksportir dalam membayar biaya pengiriman hingga pelabuhan terdekat, kemudian setelah barang berada di atas kapal maka biayanya ditanggung oleh importir.

“Nilai FOB India US$ 3,2 miliar, Tiongkok US$ 1,8 miliar, Pakistan US$ 1,2 miliar, Belanda US$ 2,5 miliar,” jelas Direktur Utama BPDP Kelapa Sawit Bayu Krisnamurthi.

Tahun ini, ekspor sawit di­targetkan naik hingga 5,6%. Beberapa negara tujuan ekspor terbesar tersebut juga akan terus digenjot pengirimannya karena dinilai masih memiliki peluang yang besar.

“Semua negara masih bisa, India, RRT, Pakistan, Belanda. Karena Belanda juga pasok ke negara lain di Eropa,” tutur Bayu.

Selain itu, belakangan ini juga tengah terjadi tren kenaikan volume ekspor sawit ke Eropa selatan seperti Spanyol dan Italia dengan nilai mencapai US$ 1,2 miliar secara keseluruhan. “Mereka utama untuk biodiesel,” tutup Bayu. (dtm)

Close Ads X
Close Ads X