Hutan Bakau Sumut Dirambah

Seorang nelayan mengayuh sampannya melintasi deretan pohon bakau di sungai laut Nongsa, Batam, Kamis (23/10). Mata pencaharian nelayan hutan bakau di tempat tersebut terus mengalami penurunan karena hilangnya sejumlah kawasan hutan bakau akibat penambangan pasir ilegal, penjarahan kayu bakau dan reklamasi untuk kepentingan industri serta pemukiman. ANTARA FOTO/Joko Sulistyo/Rei/Spt/14.

Medan – Kepolisian Daerah Sumatera Utara diminta agar bersikap tegas dan menyikat habis para pelaku perambahan hutan bakau (mangrove) yang terjadi di Kabupaten Langkat provinsi itu.

“Hutan mangrove tersebut, dijadikan sebagai areal perkebunan sawit, budidaya tambak ikan, dan kompleks perumahan mewah,” kata Pakar Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Dr Syafruddin Kalo,SH, di Medan.

Padahal, menurut dia kawasan hutan mangrove berada di wilayah Pantai Timur Sumatera itu, harus tetap dijaga kelestariannya dan jangan sampai dirusak oleh orang tidak bertanggung jawab.
“Selain itu, hutan mangrove tersebut juga dapat berfungsi untuk mencegah bila terjadinya bencana tsunami seperti yang terjadi di Provinsi Aceh,” ujar Syafruddin.

Ia menyebutkan hutan mangrove yang cukup luas terdapat di Kabupaten Langkat, bagian pantai timur Sumatera itu harus diselamatkan dari kepunahan yang dilakukan oleh penebang hutan atau “ilegal logging” yang sengaja untuk mencari keuntungan secara pribadi.

Sementara itu, negara dan dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pembkab) Langkat dan Dinas Kehutanan Provinsi Sumut merasa dirugikan yang cukup besar, akibat kerusakan hutan mangrove tersebut.

“Bahkan, para perambah hutan secara liar yang diatur sindikat itu, tidak hanya menebang hutan mangrove, tetapi juga kawasan hutan Tanaman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Kabupaten Langkat,” ucapnya.

Syafruddin menjelaskan selama ini hutan TNGL di Kabupaten Langkat yang berbatasan dengan Aceh itu, sebagai paru-paru dunia, hutan sebagai sumber air yang harus tetap dijaga.

Selain itu, hutan TNGL tersebut juga hidup berbagai jenis satwa langka yang harus dilestarikan, seperti gajah, harimau Sumatera, badak, tapir.

Kemudian, juga tumbuh berbagai jenis angrek yang sangat langka di dunia, yakni angrek hitam, pohon besar berusia ribuan tahun, dan tanaman obat-obatan.

“Jadi pemerintah, melalui Polda Sumut, Dinas Kehutanan Sumut dan intitusi terkait lainnya harus menyelamatkan hutan di daerah tersebut,” kata Guru Besar Fakultas Hukum USU.

Sebelumnya, Dir Reskrimsus Poldasu Kombes Pol Toga Habinsaran Panjaitan mengatakan sepanjang tahun 2016, pihaknya menangani 12 kasus perambahan hutan.

Dari 12 kasus tersebut, menurut dia sudah ditetapkan 20 tersangka dan saat ini sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum kejaksaan setempat karena berkas perkaranya sudah lengkap atau P-21.

Salah satunya masalah perambahan hutan mangrove di Kabupaten Langkat. Dan sudah diiventarasir hutan mangrove yang telah digarap masyarakat di Langkat lebih kurang 300 hektare.

“Di Langkat ada perambahan hutan mangrove, hutan TNGL, dan hampir 10 ribu pengungsi yang tinggal di sana dan sulit dilakukan penggusuran,” katanya. (ant)

Close Ads X
Close Ads X