Harga Jual Kakao di Solok Membaik

Solok – Para petani di Kelurahan Tanah Garam, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok, Sumatera Barat, mulai bernapas lega dan tersenyum menyusul mem­baiknya harga komoditi kakao (coklat) menembus angka Rp35 ribu per kilogram.

Petani sekarang bisa menjual biji kakao kering dengan harga Rp35 ribu per kilogram kepada pedagang pengumpul, setelah sekian lama harganya tidak beranjak dari Rp24 ribu per kilogram,” kata petani kakao setempat, Siman (47) di Solok, Rabu (29/3).

Ia menerangkan membaiknya harga kakao ini membuat petani sangat terbantu untuk mencuku­pi kebutuhan keluarga, dan biaya sekolah anak-anaknya, karena warga di daerah itu umumnya mengandalkan penghasilan dari berkebun kako.

Kakao sebagai bahan baku untuk membuat aneka makanan coklat ini sudah membaik sejak awal Maret 2017, dan ia berharap kondisi ini terus membaik se­tidaknya bertahan pada angka Rp35 ribu per kilogram.

“Kalau harganya bagus petani akan lebih bersemangat merawat kebunnya, karena komoditi ini akan mendapat tempat seperti halnya beras, jagung, dan cabai yang selalu dicari pedagang pengumpul,” katanya.

Petani kakao lainnya, Syafirman (52) menyebutkan mem­baiknya harga kakao mem­buat petani sekarang se­makin rajin membersihkan kebun mereka, terlihat di daerah peng­hasil kakao lainnya seperti ka­wasan Laing, Ampang Kualo, Tanah Garam dan sekitarnya yang menjadi kawasan penghasil kakao di Kota Solok.

“Selama ini karena harganya yang rendah kebanyakan petani tidak terlalu mengurus kebun­nya, namun sekarang ham­pir semua kebun kakao sudah terang, tanpa gulma,” kata dia.

Sementara itu pedagang pengumpul komoditi pertanian di Kota Solok, Papat (35) me­ngatakan naiknya harga ko­moditi kakao kemungkinan di­sebabkan permintaan dari kalangan pengusaha meningkat, sementara ketersediaan terba­tas. Sehingga setiap produksi yang terkumpul selalu habis diborong.

“Melihat kondisi ini sulit memastikan sampai kapan harga kakao ini bertahan pada angka Rp35 ribu perkilogram, karena komoditi pertanian jenis ini terbilang tidak stabil,” katanya.

Tanaman kakao di Kota Solok masih menjadi tanaman alternatif atau selingan untuk mengisi lahan kosong, namun hampir merata ada di setiap kelurahan.

Ia menyebutkan harga komoditi lainnya ada yang naik dan turun, komoditi pinang turun jadi Rp14 ribu perkilogram dari sebelumnya Rp18 ribu, kulit manis naik dari Rp20 ribu menjadi Rp25 ribu perkilogram, cengkih naik dari Rp85 ribu menjadi Rp95 ribu perkilogam.

Buah pala naik menjadi Rp60 ribu dari Rp50 ribu perkilogram, serta kemiri bertahan pada Rp5.500 perkilogram.

Kepala Seksi Perkebunan, Dinas Pertanian dan Perkebunan setempat, Rini Meliza me­nga­takan produksi kakao di kota itu pada 2016 mencapai 229,54 ton, dengan persebaran 135,5 ton di Kecamatan Lubuk Sikarah, dan 94 ton di Tanjung Harapan.

Daerah penghasil kakao ter­besar di kota itu adalah Payo, Kelurahan Tanah Garam, Laing, Ampang Kualo, dan Kampung Jawa. Dengan luas tanam di Kecamatan Lubuk Sikarah men­capai 190 hektare dan Tanjung Harapan mencapai 164 hektare.

“Sampai sekarang petani baru bisa menjual biji kering kakao karena belum ada mesin pengolahan turunan kakao,” katanya.

(ant)

Close Ads X
Close Ads X