Divonis Kartel Anjloknya Harga Ayam | Pengusaha Merasa Jadi Kambing Hitam

Pekerja mengecek ayam potong di peternakan ayam modern Desa Ciparigi, Ciamis, Jawa Barat, Senin (4/4). Kandang modern yang memiliki teknologi canggih itu dapat mengatur suhu ruangan meski pemilik berada di tempat jauh, serta mampu mendapatkan hasil ternak yang baik dengan bobot ayam berkisar 2,7 kilogram selama 35 hari. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/pras/16
Pekerja mengecek ayam potong di peternakan ayam modern Desa Ciparigi, Ciamis, Jawa Barat, Senin (4/4). Kandang modern yang memiliki teknologi canggih itu dapat mengatur suhu ruangan meski pemilik berada di tempat jauh, serta mampu mendapatkan hasil ternak yang baik dengan bobot ayam berkisar 2,7 kilogram selama 35 hari. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/pras/16

Jakarta – Sebanyak 12 perusahaan pengolahan daging ayam ditetapkan bersalah oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Mereka dianggap secara sengaja melakukan afkir atau pembunuhan 2 juta Parent Stock (PS) atau indukan ayam untuk mengendalikan harga dan pasokan ayam di pasar.

Mantan Ketua KPPU yang juga pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sutrisno Iwantono, berujar dalam kasus kartel ayam, perusahaan integrator jadi kambing hitam atas sikap abai Kementerian Pertanian (Kementan) mengendalikan harga dan pasokan ayam.

Afkir dini dilakukan atas perintah Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan untuk pengendalian populasi DOC (Day Old Chick), sehingga tak ada unsur persekongkolan dalam kasus tersebut.

“Secara hukum, kalau mereka (integrator) hanya patuh karena diperintahkan pemerintah, kalau orang diperintahkan pemerintah kan esensinya berjanjinya (ke­sepakatan) jadi hilang, kalau anda nggak setuju tapi ditekan, esensinya (kartel) hilang. Apalagi kemudian perjanjian itu perlu dibuktikan apakah ada dampaknya merugikan masyarakat,” ungkapnya di acara diskusi ‘Kartelisasi Unggas’ di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Kamis (27/10).

Iwantono mengatakan, saat itu banyak perusahaan yang menolak melakukan afkir dini, namun harus tanda tangan menyetujui perintah Kementan lantaran khawatir dijatuhi sanksi. “Peternak sendiri semua ngo­mong, mereka merasa me­merlukan afkir dini itu, diminta pemerintah, yang besar-besar (integrator) nggak mau, GPPU nggak mau, karena dipaksa pemerintah akhirnya melakukan itu, jadi aneh ketika prosedur persidangan tidak mempertimbangkan fakta-fakta itu,” jelas Iwantono.

“Jadi ke pelaku usaha, harga jatuh karena di peternak kelebihan pasokan, kan ini caranya (afkir dini) untuk bisa kurangi pasokan, perusahaan pembibit disuruh afkir induk yang belum waktunya supaya DOC nggak tumbuh. Nah supaya begitu induk diafkir, tapi malah dianggap melanggar UU,” tandasnya. (dtf)

Close Ads X
Close Ads X