Cabai asal Tiongkok Mulai Masuk Pasar

Seorang pedagang menata cabai dagangannya untuk dijual di Pasar Petisah Medan, Sumatera Utara, Jumat (13/1). Menurut pedagang harga berbagai jenis cabai berangsur turun, cabai rawit saat ini dijual Rp25.000 per kg, cabai merah besar Rp40 .000 per kg, sementara harga cabai hijau besar dijual Rp20.000 per kg. ANTARA FOTO/Septianda Perdana/foc/17.

Trenggalek – Komoditas cabai impor yang diduga berasal dari Tiongkok dan India mulai masuk di sejumlah pasar tradisional. Seperti di Kabupaten Trenggalek maupun Tulungagung. Kehadiran cabai impor tersebut muncul saat harga cabai lokal melonjak tajam.

Salah seorang pedagang sembako di Pasar Basah Trenggalek, Siti, mengatakan komoditas cabai impor telah masuk ke pasar tradisional sejak lima bulan terakhir. Seluruh cabai tersebut berbentuk kering.

“Kalau di Trenggalek ini barangnya ambil dari Pasar Ngemplak Tulungagung, sedangkan harga di tingkat pengecer bermacam-macam mulai Rp60 ribu hingga Rp80 ribu/kilogram,” ujar Siti, Rabu (22/2)

Menurutnya, meskipun dijual lebih murah dibanding cabai lokal, cabai impor tidak terlalu diminati oleh konsumen rumah tangga. Pembeli cabai impor rata-rata adalah pegusaha warung maupun rumah makan.

“Untuk ibu-ibu rumah tangga kurang sedang dengan cabai ini (impor) karena rasanya masih lebih enak cabai lokal, sedangkan untuk impor tidak terlalu pedas dan ada rasa manisnya,” imbuhnya.

Pedagang lain, Eko Wahyudi mengatakan, saat ini harga cabai lokal masih relatif tinggi. Cabai rawit merah dijual Rp 130 ribu/kilogram, cabai merah besar Rp 50 ribu/kilogram dan cabai keriting Rp 50 ribu /kilogram.

“Untuk harga cabai besar relatif stabil, tapi kalau cabai rawit setiap hari terus berubah dan tidak bisa dipastikan,” katanya.

Sementara itu di wilayah Tulungagung, keberadaan cabai kering impor telah ada sejak beberapa bulan yang lalu. Jumlah paling banyak berada di Pasar Ngemplak, Tulungagung.

Kepala Bagian Humas Pe­merintah Kabupaten Tulungagung, Sudarmaji, mengatakan, cabai impor tersebut rata-rata didatangkan dari wilayah Jakarta maupun Surabaya. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di wilayah Tulungagung, Trenggalek maupun Ponorogo.

“Tulungagung ini menjadi salah satu pemasok kebutuhan sehari-hari untuk sejumlah wilayah di pesisir selatan Jawa Timur. Nah terkait cabai impor itu kami belum tahu apakah dari Tiongkok, India atau negara lain. Yang jelas pedang Tulungangung ambilnya dari Jakarta dan Surabaya,” terang Sudarmaji

Menurutnya, keberadaan cabai impor tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat penjualan maupun harga cabai lokal di pasaran. Namun cabai kering itu justru membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan di masing-masing rumah tangga.

“Cabai impor ini muncul karena pasokan di tingkat petani kondisinya sedang sedikit, akibat gagal panen. Nanti ketika pasokan dari petani lokal normal, cabai impor itu akan hilang dengan sendirinya,” tutur Sudarmaji.
(dtf)

Close Ads X
Close Ads X