527 Perusahaan Kelapa Sawit Ajukan Sertifikat ISPO

Palembang – Sebanyak 527 perusahaan kelapa sawit sedang mengajukan permohonan mendapatkan sertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil System) pada 2017 untuk meningkatkan daya saing produk asal Indonesia di pasar internasional.

Kepala Auditor ISPO Heri Moerdiono mengatakan, kesadaran dari perusahaan-perusahaan ini dilatari tuntutan dari negara-negara pembeli yang ingin memastikan produk kelapa sawit diciptakan dengan ramah lingkungan.

“Saat ini yang sudah memiliki sertifikat ISPO baru 226 perusahaan, sementara 527 perusahaan sedang mengajukan dan baru 376 perusahaan diproses. Ke depan, permohonan diperkirakan bertambah seiring dengan kesadaran dari perusahaan,” kata Heri, Selasa (25/4).

Ia mengatakan, pemerintah melalui lembaga sertifikasi ISPO terus mendorong kepemilikan sertifikat ini mengingat baru tercapai sekitar 30% dari total perusahaan sawit di Indonesia, berjumlah di atas 1.000 perusahaan.

Hal ini terkait juga dengan posisi Indonesia sebagai negara produksi CPO terbesar di dunia dengan produksi 33,5 juta ton pada 2016. Indonesia berkeinginan menjaga keberlangsungan sektor perkebunan dan industri ini yang diperkirakan bakal pesat di masa datang seiring dengan peningkatan kebutuhan minyak nabati dunia.

Dirinya menjelaskan, melalui sertifikat ISPO ini, Indonesia menunjukkan komitmen tegas atas penurunan gas rumah kaca, dan kepedulian terhadap pelestarian lingkungan karena menerapkan cek list terkait legalitas lahan, penggunaan tenaga kerja yang sesuai, pemanfaatan lingkungan berkelanjutan, dan lainnya.

Berbeda dengan sertifikat RSPO (didirikan lembaga bentukan buyer), sertifikat ISPO ini sifatnya mandatori dari pemerintah Indonesia sehingga perusahaan yang tidak memilikinya dapat dikenakan sanksi berupa pencabutan izin dan lainnya dengan cara merekomendasikan ke pemerintah daerah setempat.

“Target ke depan, seluruh perusahaan sawit di Indonesia setidaknya bersertifikat ISPO karena pada 2020 bakal menjadi syarat mutlak negara-negara Eropa,” kata dia.

Meski ekspor ke negara Eropa hanya 4% sampai 5%, dan sisanya lebih banyak ke India, Tiongkok, dan Timur Tengah, menurut Heri tuntutan ini tidak bisa dipandang sebelah mata karena hingga kini produk CPO tidak lepas dari isu lingkungan. (oz)

Close Ads X
Close Ads X