Jakarta – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita telah mengimbau masyarakat untuk tanam cabai merah sendiri dalam mengantisipasi naiknya harga. Itu sebabnya, dalam rangka mensukseskan imbauan itu, panitia pameran produk pertanian Agrinex Expo 2017 menyiapkan 10 juta bibit cabai kepada ibu-ibu rumah tangga sekaligus memberi mereka pelatihan.
“Kita sambut gagasan itu. Sekarang bagaimana menanam pangan itu, dari menggunakan pupuk, benih, sampai caranya disiapkan Kemendag (Kementerian Perdagangan),” ujar Ketua Penyelenggara Agrinex, Rifda Ammarina, di kantor Kementerian Pertanian Jakarta pada Kamis (12/1).
Maka, mereka menyiapkan program berkelanjutan dan diharapkan akan ada efek langsung di tingkat rumah tangga.
“Ada 10 juta benih cabai diberikan ke ibu rumah tangga. Kalau tidak ada ilmunya, bisa mubazir. Mudah-mudahan ke depan tidak ada masalah cabai lagi,” kata Rifda, yang aktif di Komite Tetap Akses Pasar UMKM Kadin Indonesia.
Agrinex bekerja sama dengan beberapa pihak untuk melaksanakan program ini, yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB), Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI), Koperasi Agrobisnis dan Agroindustri Indonesia (KAAI), serta berbagai kementerian/lembaga.
Ketua Umum DPP IWAPI, Dyah Anita Prihapsari, mengaku serius mendukung adanya program menanam cabai mandiri dengan membantu mensosialisasikan program ini ke para anggotanya dan jaringannya, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.
“Dengan Agrinex, IWAPI mendukung gagasan Pak Mendag. Menawarkan kalau anggota punya lahan tidur, monggo ditanamkan cabai, bawang dan lainnya,” ujar Dyah.
Ada Pemain Nakal
Selain ada pengaruh dari iklim yang memicu gagal panen dan tidak terpenuhinya ketersediaan cabai, diduga ada ‘pemain nakal’ yang memengaruhi kenaikan harga cabai saat ini.
Ketua Umum Koperasi Agrobisnis dan Agroindustri Sutarto Alimoeso mengatakan, di sektor pangan selalu terjadi fluktuasi harga, harga cenderung tinggi terutama saat cuaca hujan.
“Karena pada saat-saat tertentu suplainya memang kurang, berdasarkan pengalaman puluhan tahun. Begitu ada kurang, ditambah. Ada pemain nakal, maka terjadi gejolak,” ucap Sutarto di kantor Kementerian Pertanian Jakarta, Kamis (12/1).
Ia mengatakan, para pemain nakal tersebut seringkali memanfaatkan isu ketersediaan produk dan harga yang berkembang di daerah tertentu untuk memainkan harganya di daerah lain. Permainan ini pun tidak hanya ada di satu komoditas.
“Di pertanian yang namanya middleman (tengkulak) itu banyak, terlebih di situasi tertentu di lapangan pungli juga banyak, itu akhirnya biasa juga membuat tinggi (harga). Dengan adanya saber pungli diharapkan hilangkan itu. Kita harus punya kekuatan untuk menekan (harga),” ujarnya menambahkan.
Menurutnya, harga cabai saat ini khususnya cabai rawit merah yang menyentuh harga Rp100 ribu ke atas, sudah tidak masuk akal. Meski kecenderungan harga naik tiap musim hujan, tapi pemerintah biasanya bisa antisipasi.
“Ke depan, kita harus pakai teknologi untuk menjaga pasokan cabai normal. Salah satunya dengan tidak usah makan cabai segar. Saat produksi tinggi, diolah dalam bentuk pasta, bubuk dan lain-lain kan bisa-bisa saja.”
(vv)