6.000 Ton Beras Vietnam Tiba di Cilegon

Seorang buruh pelabuhan memegang sejumlah karung beras impor asal Thailand yang diturunkan dari kapal saat tiba di Pelabuhan Tenau Kupang, NTT Kamis (25/2). Kapal tersebut membawa 15.000 ton beras impor asal Thailand yang dimanfaatkan Bulog Divisi Regional Nusa Tenggara Timur untuk kegiatan operasi pasar jika terjadi gagal tanam akibat El Nino . ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/nz/16.

Cilegon – 6.000 ton beras impor asal Vietnam tiba di Pelabuhan Indah Kiat, Cilegon, Banten. Beras itu diangkut menggunakan kapal MV Vinh Hung berbendera Vietnam.

Beras impor itu mulai dibongkar sekitar pukul 16.00 WIB setelah melalui pengecekan oleh beberapa petugas dari Perum Bulog, Krantina Pertanian, dan pihak kepolisian.

Setelah dilakukan pengecekan, beras kemudian dibongkar dan langsung dibawa ke gudang Bulog di Cikande, Serang.

Proses bongkar beras impor diperkirakan memakan waktu 4-5 hari. Hal itu lantaran kapasitas bongkar di gudang Bulog sebanyak 1.500 ton per hari.

“Kalau di kita estimasi (bongkar) 4-5 hari. Kalau kekuatan bongkar di gudang Cikande 1.500 ton per hari, kalau ini 6.000 ton berarti maksimal 4-5 hari kita estimasikan,” kata Kasi Operasional Pelayanan Publik Sub Divre Tangerang Heru Stadyanto, di Jetty Pelabuhan Indah Kiat Cilegon, Rabu (14/2).

Heru menambahkan, pihaknya hanya diperintah untuk menampung beras impor. Perihal pendistribusiannya ke mana, ia belum mengetahui pasti dan menunggu keputusan dari pemerintah.

“Kalau kita kan statusnya ini beras pemerintah yang disimpan di Bulog berarti hanya untuk stok saja,” terang Heru.

Kepentingan Politik

Ekonom Senior Rizal Ramli menilai kebijakan pemerintah yang membuka keran impor beras sebanyak 281.000 ton dari Vietnam tidak tepat. Bahkan dia curiga kebijakan tersebut syarat kepentingan politik.

Rizal yang pernah menjadi Kepala Perum Bulog pada 2000-2001 menjelaskan, memang panen beras akan tergangu jika terjadi kendala cuaca. Namun jika terkendala karena curah hujan yang tinggi, dia menghitung penurunan jumlah panen hanya sekitar 1%.

“Jadi enggak perlu impor. Tapi kalau sedang elnino cuaca panas sekali siklus 6 tahun sekali bisa anjlok 10%, itu setara 3 juta ton,” tuturnya.

Dengan melihat data tersebut, maka menurutnya pemerintah tidak seharusnya membuka keran impor. Apalagi menjelang musim panen raya.

Jika impor dilakukan pada saat masa panen, Rizal mengkhawatirkan harga gabah petani akan merosot. Alhasil petani juga yang dirugikan.

“Kasihan petani, harga gabah turun. Impor boleh tapi harus ada timing-nya,” tambahnya.

Rizal curiga kebijakan tersebut diambil sebagai langkah politik untuk menjatuhkan elektabilitas Presiden Joko Widodo. Sebab setelah keputusan itu diambil ramai menjadi perbincangan publik.

“Jangan-jangan yang impor itu tujuannya politik menurunkan elektabilitas Pak Jokoi. Karena kan sebenarnya bisa saja tunggu 2 bulan lagi,” pungkasnya.

(dc|swm)

Close Ads X
Close Ads X