Tindak Kriminal Terhadap Dunia Usaha Sumut Tinggi

Medan | Jurnal Asia
Dunia usaha di Sumatera Utara (Sumut) masih mendapat hambatan dari tindakan kriminalitas. Bank Indonesia (BI) mencatat, tindak kejahatan terhadap dunia usaha di Sumut tertinggi atau sekitar 7,8 per perusahaan mengalami kerugian akibat pencurian atau perusakan.

Analis Ekonomi BI Perwakilan Sumut, Fika mengatakan, dari hasil riset dengan kajian growth diagnostic yang dilakukan BI pada 2015, tindak kriminalitas di Sumut ini ternyata cukup tinggi. Bahkan jika dibandingkan nasional menempati urutan kedua tertinggi.

“Menurut Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), tingkat kriminalitas terhadap dunia usaha, Sumut adalah provinsi tertinggi nomor dua di Indonesia atau 12 persen dari total nasional. Bahkan terhadap dunia usaha, menempati urutan pertama dimana 7,8 persen perusahaan di sini mengalami kerugian akibat tindak kejahatan dengan total kerugian sebesar 20,6 persen terhadap total revenue setiap tahun,” katanya pada acara Forum Group Discussion (FGD) Growth Diagnostic Strategi Pertumbuhan Untuk Mendukung Reformasi Struktural di Indonesia di kantor BI Sumut, Rabu (25/5).

Ia melanjutkan, hampir 39 persen perusahaan di Sumut menyatakan keamanan merupakan penghambat utama berinvestasi di sini. Hal ini tentu harus menjadi perhatian terutama pemerintah daerah (Pemda).

Selain itu, persoalan lain yang menjadi penghambat investasi adalah rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan infrastruktur khususnya listrik. Rendahnya tingkat pendidikan membuat tenaga kerja di daerah ini hanya bekerja di desa atau dengan kata lain, industrialisasi di Sumut belum berjalan maksimal.

“Padahal jika bicara perkembangan wilayah, tentu harus sudah mengarah ke industrialisasi namun karena tingkat pendidikan masih rendah membuat tenaga kerja belum mampu mengikuti perubahan sehingga sampai sekarang kebanyakan hanya bekerja di desa. Otomatis peningkatan industri di sini lambat,” jelasnya.

Kepala Bidang Pengawas Badan Penanaman Modal dan Promosi (BPMP) Sumut, Mimi Rangkuti mengatakan, selama ini tindak kriminalitas yang paling sering dikeluhkan pengusaha adalah pungutan liar (pungli) atau tindakan premanisme yang biasanya dilakukan oknum-oknum tertentu.

Hal itu menimbulkan biaya tinggi bagi pelaku usaha. “Industri sering terganggu karena premanisme seperti pungli atau pencurian. Pengusaha sering mengeluhkan hal itu karena membuat biaya tinggi,” katanya.

Selain itu, menurutnya tidak ada lagi dikeluhkan pengusaha, terlebih lagi untuk kriminalitas besar termasuk pembunuhan yang terjadi akhir-akhir ini di Sumut. Pengusaha tampaknya tidak terlalu mengkhawatirkan hal tersebut. Meski begitu diharapkan ada penanganan dari pihak kepolisian.

Menurutnya kondisi itu tidak lantas membuat pengusaha khawatir menanamkan modalnya ke daerah ini. Bahkan keterbatasan yang terjadi di Sumut terutama listrik justru menjadi satu poin bagi investor untuk berinvestasi ke sini.

“Namun dengan berbagai kondisi itu, Sumut masih menarik bagi investor. Bahkan tidak ada listrik seperti sekarang saja investor banyak yang mau berinvestasi ke daerah ini untuk menanamkan modalnya dibidang kelistrikan,” ucapnya.

Belum Ramah Investor
Iklim investasi Provinsi Sumatra Utara dinilai belum ramah terhadap investor. Hal itu dinilai dari banyaknya kendala investasi di Sumut. Peneliti Ekonomi Senior Donni Fajar Anugrah mengatakan masih banyak calon investor yang ragu untuk melakukan investasi baru.

Untuk Sumatra Utara, katanya, hambatan investor dalam melakukan investasi yakni kualitas jalan yang buruk, ketersediaan listrik yang sangat terbatas, birokrasi yang berbelit, dan kriminalitas. “Sumut banyak didorong oleh konsumsi bukan investasi. Kenapa banyak investor yang tidak melakukan investasi? Ini harus dilihat alasannya,” katanya di Medan, Rabu (25/5).

Menurut Growth Diagnostic Bank Indonesia bersama ADB (Asian Development Bank), katanya, ada hal yang menjadi penyebab investasi yakni tingkat pengembalian dari aktivitas ekonomi yang rendah serta ongkos dari pembiayaan yang tinggi. Dia mengatakan minimnya sumber daya manusia menjadi kendala utama lemahnya investasi.

Donni mengatakan akses pembiayaan atau indikator perbankan yang kurang baik menjadi hambatan masuknya investasi baru di Sumut. Dia mengatakan proporsi kredit dibandingkan PDRB Sumatra sekitar 0,27% dari total PDRB relatif di bawah nasional sebesar 0,37%. (netty/bc)

Close Ads X
Close Ads X