Oknum Jaksa Teror Wartawan di PN Medan | Ketua PWI Sumut Kecam Antony

Sejumlah jurnalis Surabaya melakukan aksi teatrikal saat memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional (World Press Freedom Day) di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (3/5). Dalam aksinya mereka mendesak pemerintah menghormati kebebasan pers, serta meminta aparat keamanan bersikap profesional dengan tidak represif apalagi menghalang-halangi jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya sesuai amanah Undang-Undang Pers nomor 40 tahun 1999, dan menjatuhkan sanksi berat bagi oknum aparat yang terbukti melakukan kekerasan terhadap pencari berita. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc/16.
Sejumlah jurnalis Surabaya melakukan aksi teatrikal saat memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional (World Press Freedom Day) di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (3/5). Dalam aksinya mereka mendesak pemerintah menghormati kebebasan pers, serta meminta aparat keamanan bersikap profesional dengan tidak represif apalagi menghalang-halangi jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya sesuai amanah Undang-Undang Pers nomor 40 tahun 1999, dan menjatuhkan sanksi berat bagi oknum aparat yang terbukti melakukan kekerasan terhadap pencari berita. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc/16.

Medan | Jurnal Asia
Mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kisaran, Antony Tarigan kembali mengancam wartawan Jurnal Asia. Pemberitaan mengenai an­caman yang ia lontarkan kepada war­tawan Jurnal Asia beberapa wak­tu lalu, membuat arogansi An­tony semakin menjadi-jadi. Kali ini, Jaksa Fungsional di Kejati Sumut itu menebar terornya melalui rekan-re­kan wartawan, yang bertugas di Pe­ngadilan Negeri (PN) Medan, Se­nin (2/5).

Informasi dihimpun, mulanya insan pers yang tergabung dalam Per­satuan Wartawan Hukum Su­ma­tera Utara (PERWAKUM-SU), kala itu tengah menunggu sidang di Ruang Utama PN Medan. Lalu dikagetkan dengan kedatangan An­tony yang tiba-tiba mendamprat war­tawan. Dengan raut wajah yang penuh emosi, Antony mem­per­tanyakan keberadaan wartawan Jurnal Asia.

“Yang mana wartawan Jurnal Asia? Biar aku ludahi mukanya,” ujar wartawan surat kabar di Medan menirukan ucapan Antony, yang diamini rekan-rekan lain saat dikonfirmasi Jurnal Asia, Selasa (3/5) sore.

Dengan nada lantang seraya mengacungkan jari telunjuknya, lanjut pria berkacamata itu, Antony kembali mendamprat wartawan lainnya dengan menanyakan hal serupa. “kau wartawan Jurnal Asia? mau aja aku berantam sama dia. Makanya aku datang ke sini (PN Medan). Gitulah dibilangnya,” terangnya.

Namun ketika wartawan dari salah satu surat kabar di Medan lainnya, Donald Sipahutar, mem­­be­ritahu bahwa wartawan yang men­jadi incaran Antony tidak ber­ada di PN Medan dan kemudian me­nanyakan perihal keperluan de­ngan wartawan tersebut, An­tony pun kembali menunjukkan si­kap premanisme-nya. Antony me­ngatakan bahwa dirinya akan me­nganiaya jika bertemu langsung dengan wartawan Jurnal Asia.

“Kata bang Donald nggak ada orangnya disini. Terus ditanya ada masalah apa?, kemudian dia (Antony) bilang, mau ku kasihkan dulu sekali,”jelas pria tambun yang sudah 5 tahun menggeluti dunia jurnalis.

Dia menambahkan, sekira 30 menit berada di PN Medan dan tak kunjung bertemu dengan wartawan yang akan dianiayanya, Antony kemudian berlalu sembari berpesan kepada insan pers di PN Medan, untuk disampaikan kepada wartawan Jurnal Asia dengan sebuah ancaman. “Bilang sama kawan kalian itu ya, ke Pengawasan Kejatisu kalau mau mengadu. Atau dia yang aku ludahi. Itulah terakhir yang dibilangnya,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua PERWAKUM-SU, Donald Sipahutar, mengatakan, tindakan itu merupakan perbuatan yang sangat tidak terpuji. Menurutnya, perlakuan Antony kini sangat meresahkan seluruh wartawan yang bertugas di PN Medan.

“Dia (Antony) itu bekas pemimpin, mestinya lebih bijaksana. Tidak seharusnya bersikap seperti itu, apalagi mengancam. Kejadian kemarin itu membuat kami resah,” ucap Donald yang didampingi Sekertaris PERWAKUM-SU, Hamzah.

Menindaklanjuti tindakan arogan tersebut, sambungnya, PERWAKUM-SU selaku wadah bagi insan pers yang bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Medan akan melaporkan Antony ke Komisi Kejaksaan. “Kami mengecam tindakan tersebut akan melaporkan kejadian ini kepada Komisi Kejaksaan. Kami juga meminta kepada Kajatisu agar segera mengambil tindakan,” pungkasnya.

Terpisah, Ketua PWI Sumut, Herman, meminta Kejati Sumut segera menindak oknum kejaksaan yang memberikan ancaman kepada wartawan disaat melaksanakan tugasnya di lapangan. Diterangkannya, wartawan bekerja dilindungi UU no 40 Tahun 99 tentang pers. “Tak mungkin oknum jaksa yang bertugas di jajaran hukum tak paham dengan tugas seorang wartawan itu,” tegas Herman.

Oleh karena itu, Herman mengkhawatirkan jika pengancaman tersebut punya motif tertentu, yang membuat oknum jaksa dimaksud merasa terganggu. “Kalau gara-gara berita, sebagai aparat hukum mereka tahu dan bisa menggunakan hak jawab. Jadi, tidak harus main ancam apalagi sampai mengintimidasi sehingga membuat kerja wartawan tidak nyaman. Kita yakin kalau pak Kajatisu, M Yusni tahu ada oknum bawahannya sampai melakukan pelanggaran hukum, pasti akan menindaknya,” tandasnya.

Jaksa Peneror Lukai UU Pers
Terkait aksi teror dilakukan Jaksa Antony, Direktur Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (PusHpa), Muslim Muis, menuturkan, tindakan yang dilakukan oknum penegak hukum tersebut menimbulkan keresahan terhadap wartawan di PN Medan merupakan suatu perbuatan teror.

Menurutnya, Antony yang notabene penegak hukum seharusnya bisa memahami dan patuh terhadap hukum, yakni UU PERS. “Kalau dia (Antony) keberatan dengan sebuah pemberitaan, ada langkah-langkahnya. Gunakan hak jawab. Jangan seenaknya mengancam. Kalau begini, berarti tak ngerti hukum dia itu,” ujar Muslim.

Lebih lanjut Muslim menerangkan, ancaman yang dilontarkan Antony juga termasuk dalam ranah pidana. Kemudian, tindakan yang menghalangi-halangi tugas wartawan juga dianggap sebagai pelanggaran UU PERS. “Sebagai oknum Jaksa, dia tidak patuh dengan hukum. kalau tak ngerti hukum, harus dievaluasi lah. Jangan serta-merta menebar ancaman,” tegasnya.

Mantan wakil direktur LBH Medan itu meminta kepada Kajatisu, M Yusni agar segera mengambil sikap terhadap anggotanya tersebut. “Kajatisu tak boleh diam. Evaluasi anggotanya, bila perlu pecat jaksa seperti itu,” pungkasnya.

Seperti diberitakan, Antony Tarigan, Jaksa Fungsional di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) mendadak emosi ketika dikonfirmasi terkait dugaan penerimaan uang dari keluarga terdakwa kasus narkotika, MZ. Bekas Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Siantar itu mengancam akan menganiaya wartawan jika berita tersebut tidak diterbitkan.

Ancaman itu ia lontarkan kepada salah seorang wartawan dari Harian Jurnal Asia yang meliput di Pengadilan Negeri (PN) Medan, disela-sela pembicaraan dirinya dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Indra, yang menyidangkan perkara tersebut melalui telepon seluler.

Mulanya, JPU Indra yang dikonfirmasi enggan berkomentar banyak mengenai hal tersebut dengan dalih tidak punya wewenang dan takut salah berucap. Bahkan, Indra juga tak mau meberitahu identitas terdakwa dalam perkara tersebut. Lantas, Jaksa dari Kejatisu itu pun menyarankan wartawan agar menghubungi Antony Tarigan. “Langsung aja sama pak Antony. Biar saya yang hubungi beliau, tapi kau yang ngomong,” ucap Indra kepada wartawan di PN Medan, Selasa (19/4)

Namun Indra menolak memberikan nomor kontak Antony kepada wartawan yang ingin konfirmasi langsung dengan Antony. Indra mengatakan, harus meminta izin terlebih dahulu kepada Antony. “Sebentar ya, saya minta izin dulu.

Dikasih atau nggak,” kata Indra seraya m engeluarkan telepon seluler dari saku celananya. Benar saja, saat dihubungi, Antony langsung melarang Indra untuk tidak memberikan nomor kontaknya kepada wartawan. Antony yang tak menyadari bahwa Indra berbicara melalui pengeras suara (loudspeaker) dari telepon selulernya, mengatakan agar menyuruh wartawan langsung menemui dirinya. “Nggak usah kasih. Besok (hari ini,red) suruh jumpain saya,” kata Antony.

Kemudian, Antony menginstruksikan kepada Indra agar memberikan keterangan kepada wartawan bahwa terdakwa sudah dituntut 1 tahun penjara. “Udah, bilang aja dituntut 1 tahun,” ucap Antony.

Mendengar hal itu, Indra yang kala itu belum mengaminkan instruksi dari atasannya tersebut langsung menyerahkan telepon selulernya kepada wartawan. Belum sempat ditanya, Antony kembali mengatakan bahwa terdakwa sudah dituntut 1 tahun. Namun saat wartawan menegaskan bahwa terdakwa sudah divonis 5 tahun oleh majelis hakim, amarah Antony langsung meledak.

“Ya, tuntut 1 tahun vonis 5 tahun. Kau buat itu beritanya besok! Ku banting kau kalau besok nggak terbit beritanya. Jangan macam-macam kau ya. Sibuk kali kau jadi orang,” ucap Antony sembari mengakhiri panggilan telepon.

Informasi yang dihimpun, sidang putusan kasus narkotika jenis sabu tersebut digelar di PN Medan pada Senin (18/4). Usai persidangan, keluarga terdakwa mengejar JPU Indra hingga luar gedung PN Medan. “Katanya 1 tahun, ini 5 tahun,” ucap perempuan paruh baya sambil menangis.

Namun tangisan perempuan yang diduga ibu terdakwa itu tak berarti bagi Indra. Dengan santai, Indra langsung berlalu menuju mobilnya tanpa menghiraukan keluarga terdakwa. Kekesalan itu pun berlanjut. Di areal ruang tahanan sementara PN Medan,perempuan yang mengenakan kerudung hitam itu berceloteh jika dirinya sudah memberikan uang kepada Jaksa. “Minta balik uangnya sama dia,” pintanya kepada keluarga sambil menangis. (mag-08)

Close Ads X
Close Ads X