Jelang Bulan Ramadhan | Waspadai Harga Beras, Ayam hingga Cabai

Seorang peternak mengecek ayam di kandang miliknya di Desa Keude Birem, Kecamatan Birem Bayeun, Aceh Timur, Aceh, Selasa (19/4). Sejak beberapa pekan terakhir kematian ayam di daerah tersebut meningkat akibat serangan flu burung sehingga peternak merugi. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/pras/16.
Seorang peternak mengecek ayam di kandang miliknya di Desa Keude Birem, Kecamatan Birem Bayeun, Aceh Timur, Aceh, Selasa (19/4). Sejak beberapa pekan terakhir kematian ayam di daerah tersebut meningkat akibat serangan flu burung sehingga peternak merugi. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/pras/16.

Jakarta | Jurnal Asia
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengingatkan kepada pemerintah untuk mulai waspada terhadap kenaikan harga sejak awal Mei 2016. Pasalnya, harga bahan kebutuhan pokok diperkirakan akan mulai menanjak sejak awal bulan Juni 2016.

“(Inflasi) masih aman sampai Mei. Mulai waspada pada Juni karena mulai puasa, terutama untuk komoditas beras, ayam dan cabai,” kata Sasmito di kantor pusat BPS, Jakarta, Senin (2/5).
Dia melanjutkan, meskipun laju inflasi dapat terkendali hingga Mei 2016, namun kecil kemungkinan untuk terjadi deflasi pada Mei 2016. Pasalnya, terdapat kenaikan tarif listrik yang diperkirakan juga akan berdampak terhadap laju inflasi, meskipun memiliki andil yang sangat kecil.

“Jadi kita harapkan inflasi Mei di bawah 0,5 persen. Meskipun ada dampak langsung kenaikan tarif listrik, tapi akan dilakukan set off penurunan harga beras di konsumen,” jelasnya.
Untuk diketahui, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menjamin tidak akan menaikkan harga bahan bakat minyak hingga lebaran mendatang.

Hal ini diyakini dapat menekan inflasi yang biasanya terjadi akibat tingginya biaya transportasi.Dengan begitu, beban pemerintah untuk menekan inflasi telah berkurang dan dapat fokus terhadap rantai distribusi yang selama ini menjadi penyebab utama kenaikan harga pangan.

BPS ‘Warning’ Pemerintah
Memasuki puncak musim panen pada April lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) justru mencatat terjadi penurunan pada tingkat kesejahteraan petani. Padahal, dengan meningkatnya kuantitas hasil produksi, seharusnya kesejahteraan petani kian meningkat.

Menurut Kepala BPS Suryamin, nilai tukar petani (NTP) pada April lalu mengalami penurunan sebesar 0,1 persen dari sebelumnya 101,32 menjadi 101,22. Hal ini disebabkan karena anjloknya harga gabah.

Untuk itu, BPS berharap agar pemerintah dapat memperhatikan kesejahteraan petani pasca penurunan harga gabah. Pasalnya, selama ini petani selalu tidak memperoleh keuntungan besar dari hasil panen yang diperoleh.

“Ini juga perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Harga gabah itu turun drastis di atas 9 persen pada April lalu,” kata Suryamin dalam konferensi pers di kantor pusat BPS, Jakarta, Senin (2/5).

Menurut Suryamin, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah pada saat ini adalah menjaga harga jual di pasaran. Penurunan harga jual di pasaran harus seimbang dengan harga jual tingkat petani. Dengan begitu, maka harga bahan kebutuhan pokok lainnya akan mengikuti.“Saat ini kita kasihan pada petani, turun harga pada tingkat mereka drastis hingga di atas 9 persen, tapi pada tingkat eceran itu turunnya hanya sedikit,” jelas Suryamin.

Sekadar informasi, BPS mencatat harga gabah kering panen tingkat petani pada April lalu turun sebesar 9,36 persen menjadi Rp4.262 per kilogram. Sedangkan gabah kering giling pada mtingkat petani juga mengalami penurunan sebesar 0,49 persen menjadi Rp5.474 per kilogram. Sedangkan pada tingkat penggilingan, harga gabah kering panen pada tingkat penggilingan turun sebesar 9,27 persen menjadi Rp4.340 per kg. Adapun harga gabah kering giling tingkat penggilingan adalah sebesar Rp 5.593 per kg atau turun 0,53 persen. (oz)

Close Ads X
Close Ads X