Aspari Minta Pemerintah Kembalikan Regulasi UU No 6 Tahun 1967

Medan | Jurnal Asia
Asosiasi Peternak Rakyat Indonesia (Aspari) Sumatera Utara (Sumut) memintah pemerintah Indonesia untuk mengembalikan ke regulasi lama Undang-Undang (UU) No 6 tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pasalnya, UU No 18 tahun 2009 yang diberlakukan saat ini dinilai tidak berpihak kepada kepentingan peternak ayam.

Ketua Umum Aspari Sumut, Tengku Zulkarnain, mengatakan nasib peternak ayam rakyat kian diujung tanduk. Menurutnya, hal ini dikarenakan adanya regulasi yang salah daripemerintah sehingga menyebabkan peternak ayam terus mengalami kerugian.

“Kami berharap pemerintah kembali memberlakukan UU No 6 1967 karena undang-undang dianggap berpihak kepada rakyat. Sementara UU No 18 tahun 2009 berpihak kepada Perusahaan Modal Asing (PMA) maupun Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN), ini regulasi yang salah,” katanya pada Seminar Nasional Asosiasi Peternak Ayam Rakyat Indonesia “Pembangunan Pe­ternak ayam broiler Indonesia Dalam Meningkatkan Kualitas Bibit, Pakan dan Obat-Obatan Berbasis Riset”, Jumat (29/4).

Selama ini, kata dia, PMA maupun PMDN memegang sepenuh­­nya wewenang me­ngen­dalikan harga dan ini menjadi penyebab kerugian peternak. Sebenarnya, Aspari mampu memenuhi kebutuhan ayam masyarakat tanpa campur tangan dari pihak-pihak tertentu yang melakukan praktek monopoli dan oligopoli atas harga jual di bawah modal.

`Ia menambahkan, pihaknya menunggu langkah tegas pe­merintah, untuk mengawasi harga bibit berkualitas, pakan dan obat ayam di pasaran. Sehingga kedepan, peternak ayam tidak akan merugi karena di pasaran harga jual ayam di bawah modal produksi yang sudah dikeluarkan.

Sementara itu, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut Subintoro
mengatakan, kita perlu me­waspadai peningkatan tekanan inflasi dari komoditas tanaman pangan, terutama beras, cabai merah, bawang merah, ba­wang putih, daging ayam ras, dan daging sapi. Secara historis, komoditas volatile foods merupakan penyumbang utama inflasi.

Inflasi Indek Harga konsumen (IHK) Sumut di bulan Maret 2016 tercatat sebesar 0,84% (mtm), jauh melebihi inflasi Nasional 0.19 persen sehingga menjadikan Sumut sebagai provinsi dengan realisasi inflasi tertinggi di Indonesia. Secara tahunan, inflasi IHK bulan Maret 2016 Sumut mencapai 7,16 persen (yoy) atau kumulatif Januari – Maret 2016 sebesar 2,00 persen (ytd). Tentu ini merupakan sinyal bagi kita semua untuk bekerja lebih keras.

“Meski bobot perhitungan statistik tidak terlalu besar namun daging ayam ras merupakan salah satu komoditas penyumbang inflasi. Berbagai faktor penyebab gejolak antara lain, penurunan produksi akibat peningkatan biaya pakan serta depresiasi nilai tukar, pembatasan impor jagung serta peningkatan permintaan yang diakibatkan peralihan konsumsi dari daging sapi,” tukasnya.

Untuk itu, kata dia, pada kesempatan ini pihaknya me­mandang Seminar Nasional yang diprakarsai oleh Aspari me­­rupakan momen penting bagi kita semua untuk berdiskusi me­ngenai upaya mendorong peningkatan ekonomi Indonesia melalui kontribusi peternakan ayam ras.

Melalui seminar ini, pihaknya berharap dapat menjadi titik awal untuk mengurai permasalahan yang terjadi dalam tata niaga ayam ras yang pada gilirannya dapat mewujudkan industri ke­sejahteraan masyarakat me­lalui sinergi antara pelaku industri padat modal, peternak rakyat, pelaku distribusi dan juga kon­sumen. (netty)

Close Ads X
Close Ads X