32 Persen Pelaku Pasar Keuangan Valas Lakukan Transaksi di Pasar Derivatif

Medan | Jurnal Asia
Bank Indonesia (BI) Sumut melakukan sosialisasi beleid transaksi Valuta Asing (valas) terhadap rupiah di pasar valas domestik di Grand Aston City Hall Medan, Kamis (28/4). Sosialisasi tersebut diharapkan dapat me­ning­katkan transaksi derivatif.

Kepala Divisi Pengembangan dan Pengaturan Pasar Valas Bank Indonesia, Rolan E. Samosir mengatakan, hingga saat ini pelaku pasar keuangan valas yang melakukan transaksi di pasar derivatif Indonesia masih sedikit. Angkanya dikisaran nilai transaksi valas di Indonesia mencapai USD4,7 miliar dengan komposisi transaksi derivatif hanya 32 persen.

Jika dibandingkan dengan negara tetangga, lanjutnya, Indonesia masih tertinggal jauh dibanding negara tetangga. Seperti Malaysia, Thailand dan Filipina jumlah transaksi valas masing-masing mencapai USD13 miliar, USD11 miliar dan USD4 miliar dengan porsi derivatif 54 persen, 60 persen dan 57 persen.

“Persentase transaksi derivatif yang rendah di Indonesia ber­potensi membuat pergerakan rupiah semakin kecil. Padahal, fluktuatif rupiah dipengaruhi oleh perkembangan pasar keuangan global sebagai konsekuensi kurs. Pelaku pasar valas di Indonesia lebih menyukai transaksi di pasar spot,” katanya.

Rolan mengungkapkan peng­gunaan transaksi valas ber­tujuan untuk meningkatkan transaksi lindung nilai (hedging). Kemudian mendorong efisiensi pasar, meningkatkan volume transaksi pasar melalui pe­ningkatan transaksi derivatif dan meningkatkan fleksibilitas transaksi.

Sementara itu, Ronggo Gun­dala Yudha dari Departemen Kebi­jakan dan Pengawasan Sis­tem Pembayaran Bank Indo­nesia (BI) menambahkan, sam­pai sekarang masih ada eksportir yang menggunakan mata uang lain (dolarisasi) atau ringgit dalam bertransaksi khususnya di daerah perbatasan sehingga dapat me­nekan mata uang rupiah.

Padahal pemerintah sudah memberikan peraturan bahwa saat bertransaksi di Negara Kesatuan RI (NKRI) wajib meng­gunakan mata uang rupiah, jika menolak maka akan dikenakan denda kurungan satu tahun dan pidana denda maksimal Rp200 juta.

“Masih ada juga pencantu­man harga barang/jasa di wilayah NK­RI dalam valuta asing, termasuk pem­bayaran/penyelesaian tran­saksi juga dengan valas. Ke­wajiban penggunaan rupiah diharapkan mampu mengurangi dolarisasi di perekonomian In­donesia,” tuturnya.

Sebenarnya, kata dia, pro­ses dolarisasi terjadi ketika importir mewajibkan penjualan barangnya kepada produsen dalam negeri dengan valas. Hal tersebut akan membuat mata rantai permintaan valas berlanjut sampai titik terakhir di konsumen yang pada akhirnya membayar dalam mata uang rupiah. “Kedepan, Secara bertahap dan perlahan kita kurangi tran­saksi  mata uang asing di dalam negeri dengan memberikan ke­sadaran masyarakat agar mencintai mata uang rupiah,” katanya.
(netty)

Close Ads X
Close Ads X