Medan|Jurnal Asia
Ratusan warga daerah pinggiran rel (DPR) yang menjadi korban pembangunan double track (rel ganda) milik PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), kembali mendatangi gedung DPRD Kota Medan, mereka mendesak kali ini agar ada kejelasan mengenai relokasi bagi warga dilokasi tersebut.
“Kami tak halangi pembangunan rel, tapi kami mohon direlokasi diberi tempat yang layak, ketika kami bawa ke RDP (rapat dengan dewan), kami hanya memohon, jangan dibangun proyek itu sebelum ada kejelasan relokasi,” kata Jhonny Naibaho perwakilan Forum Komunikasi Masyarakat Pinggir Rel (FK-MPR) pada rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi A DPRD Medan yang turut menghadirkan juga dari PT KAI Divre Sumut Aceh.
Dikatakan, Jhonny Naibaho mengatakan, pihaknya sangat menghormati Pembangunan oleh Pemerintah dan mereka sadar kalau yang mereka tempati adalah tanah milik negara. Tapi mereka tidak menginginkan tali asih Rp 1,5 juta dari PT KAI. ”Tak diberipun itu tak apa-apa asalkan kami mendapat relokasi,”sebutnya.
Untuk itu, mereka memohon kepada PT KAI agar penertiban ditunda sebelum ada relokasi. Sikap Pemko dan Pemprovsu yang tidak mau tahu dengan warga “DPR” diyakini Jhonny karena mereka adalah orang-orang miskin sehingga tidak diperhitungkan.
Padahal masyarakat memiliki hak politik yang mereka salurkan sewaktu Pileg, Pilkada, Pilgubsu dan Pilpres. Pada saat menjelang pesta demokrat itu rakyat pinggiran yang miskin sangat dibutuhkan untuk mendulang suara, tapi ketika kesusahan seperti yang dialami mereka, Pemerintah tidak memberi pertolongan.
“Bagaimana bapak-bapakku kalau kami tidak memiliki tempat tinggal, bagaimana kami membesarkan anak-anak kami yang masih sekolah dan mengurus orang tua kami yang sudah tua dan sakit-sakitan, kemana mereka kami bawa, bagaimana nasib anak-anak kami jika kami jadi gelandangan, kasihanlah pak kepada kami. Kami tinggal di pinggir rel karena keterpaksaan, karena kami miskin, tolong kami pak,” ucap Jhonny mengiba.
Sedangkan, Ketua Komisi A Robi Barus yang memimpin RDP terlihat geram dengan sikap Pemko yang tidak mau tahu. Pertemuan bersama Pemko, PT KAI dan FK-MPR bertujuan mencari solusi bagaimana nasib ribuan KK masyarakat yang akan ditertibkan dari lahan milik PT KAI. Karena mereka bakal tidak akan memiliki tempat tinggal lagi (tuna wisma), untuk itu Pemko bersama Pemprovsu mencari jalan keluar kiemana mereka akan direlokasi.
“Mereka tidak bisa dibiarkan begitu saja, masyarakat ‘DPR’ adalah warga Kota Medan yang membayar PBB setiap tahun. Dimana tanggung jawab Pemko sebagai pemerintah Daerah, apakah mereka dibiarkan menjadi gelandangan. Kami minta Pj Wali Kota Medan Randiman Tarigan harus hadir pada pertemuan berikutnya, jadi pejabat mau kok mencari solusi warganya yang miskin kok gak berani,” ucap Politisi PDI Perjuangan itu.
Turut hadir Anggota Komisi A lainnya seperti Drs Herri Zulkarnaen Hutajulu, MSi (F Demokrat), Hj Umi Kalsum (PDIP) dan Hj Hamidah (PPP). Pihak PT KAI Divre I yang hadir diantaranya M Yusuf dari Balai teknik Kereta Api, Takdir, Sunanto dan yang lainnya. Sedangkan dari FK-MPR dipimpin ketuanya Jhonny Naibaho. Herri Zulkarnaen mengatakan, Pemko tidak boleh menelantarkan warganya yang sedang dalam kesusahan.
Karena dalam UUD 1945 Pasal 28 h ayat 1 menyebutkan, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
“Sedangkan pasal 33 ayat 1 disebutkan: Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, jadi jelas apa tanggung jawab Pemko terhadap warganya, tidak boleh ‘buang badan’ mereka warga Kota Medan, mari kita cari solusi agar mereka memiliki tempat tinggal,” tegasnya.
M Yusuf dari Balai Teknik PT KAI mengatakan semua bangunan yang berada di 12 meter kiri kanan rel akan dibongkar untuk pembangunan rel ganda menuju Kuala Namu. Rel ganda di Medan dan Deli Serdang adalah yang kedua di Indonesia setelah Jakarta.
PT KAI tidak membebaskan lahan tapi menertibkan karena itu adalah asset PT KAI yang dipakai oleh masyarakat bertempat tinggal. Untuk penertiban itu PT KAI memberi tali asih sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat sebesar Rp 1,5 juta. Pihak PT KAI menyesalkan DPRD Medan kenapa masih gagal menghadirkan Pemko Medan dalam RDP karena sudah tiga kali diundang tidak datang.
“Kami bukan pengambil keputusan untuk melakukan penundaan, kami masih punya atasan tapi hasil rapat ini akan kami sampaikan kepada pimpinan kami. Tapi kami meminta kepada DPRD Medan agar mengajak Pemko Medan dalam rapat berikutnya,” ucap M Yusuf.
Adapun, Robi Barus menegaskan pada pertemuan berikutnya Walikota Medan harus hadir, Pemko harus memberi solusi untuk relokasi apakah itu pembangunan rumah sederhana atau rumah susun. “Kenapa Gubernur DKI Ahok bisa melakukan relokasi, kenapa di Medan tidak, semua itu kan tergantung kemauan dan niat baik Pemko, bukan uang bapak-bapak pejabat yang mau kita ambil untuk membuat relokasi, tapi uang rakyat yang dianggarkan di APBD,”pungkasnya.
(mag-01)