Medan | Jurnal Asia
Kendati jauh tertinggal dari DKI Jakarta yang lebih awal muncul pada 2009 lalu, melalui Festival Startup Medan 2016 menghadirkan 8 pembicara berpengalaman di bidangnya, diharapkan semakin memberi keyakinan bagi komunitas Startup Kota Medan untuk terus tumbuh.
“Untuk wilayah Medan, jumlah anggota komunitas ini belum banyak, karena masih dianggap bisnis baru. Melalui kegiatan ini kita harap terus meningkatkan pertumbuhan Startup yang ada di Kota Medan ini,” kata founder festival Startup Medan 2016, Christoper Angkasa, Jumat (12/2) di Kompleks Centre Point Medan.
Menurut Christoper, saat ini bagaimana budaya belajar secara cepat untuk mengubah solusi dengan cepat, semakin digemari masyarakat luas. Bila dulu seseorang akan berjualan, maka seperti biasa dia akan mencari toko dan berbagai macam lainnya. Tapi, pasca go-jek perubahan semakin cepat, inilah yang diinginkan Startup.
“Kalau di Jakarta, Startup sudah lama berkembang. Namun di Medan justru terpendam. Ada, tapi malu-malu untuk muncul. Dari sinilah kita mau dorong Startup di Medan atau Sumatera Utara khususnya bisa terus tumbuh,” ungkapnya.
Christoper mengatakan, Indonesia secara keseluruhan masih tertinggi angka pengguna internetnya, yakni mencapai 83 juta pengguna, dibandingkan dengan Singapura justru sangat kecil hanya 4 juta pengguna.
“Indonesia yang big market, 20 kali lipat dibandingkan Singapura, menjadikan pasar ini cukup menjanjikan di dalam negeri. Belum lagi, web popular menggunakan Bahasa Indonesia,” serunya sembari mengatakan meski ada Google, namun dengan banyaknya web Berbahasa Indonesia, praktis menjadi investasi terbesar ke depannya.
Diakui Christoper, banyak pemain Startup berasal dari Sumatera Utara, Kota Medan khususnya. Sayangnya pihaknya belum menemukan visi berbasis ke Kota Medan. Jadi kenapa Kota Medan tertinggal jauh, masalahnya di budaya. Budaya adalah sesuatu yang bagus, tapi ada budaya yang harus ditinggalkan. “Sebuah kota yang berkembang ketika budaya jelek ditinggalkan. Dan Startup berkembang ketika manusia dihargai,” tegasnya.
Diketahui, dalam Festival Startup Medan 2016 banyak menghadirkan pelaku-pelaku Startup yang mulai menapak kariernya, seperti Get Rabbit. Meski baru muncul di 11 November 2015 lalu, dengan komitmen sebagai asisten bagi pelanggan. Seperti menjadikan pelanggan di rumah mendapat fasilitas layaknya hotel.
“Awalnya masih sebagai pengantar makanan, proyeksi ke depan dengan aplikasi get becak, saat ini masih tahapan briefing dengan tukang becak. Setiap aplikasi sudah melalui tranning, artinya sebelum diluncurkan aplikasinya, kita dalam dua bulan terakhir melakukan komunikasi dulu. Dan tidak hanya itu, adanya aplikasi get tukang, terakhir get cuci (laundry),” papar Darno, founder Get Rabbit.
Kenapa dimulai dari Medan, jelasnya, selain terlahir di Kota Medan, ternyata culture Kota Medan lebih sulit, ini tantangan sebagai langkah pertama, jadi hasil positif ke kota-kota lainnya.
“Target kami jangan semua yang bagus-bagus lahir di Jakarta. Kenapa harus mulai dari Jakarta? Apa gak bisa terbit di sini? Bukan hanya get rabbit saja yang bisa lahir di Medan,” tukasnya. Pada kesempatan yang sama juga hadir dari Snap It (Yosi), Deal Medan (Anwar Yunus) dan sejumlah Startup asal Medan lainnya. (mag-01)