Revisi UU KPK Berlanjut, Baleg Tambah Poin Perubahan

Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas menunjukkan petisi dari Koalisi Masyarakat Anti Korupsi yang menolak revisi UU KPK dalam rapat pleno mengenai kelanjutan revisi UU KPK di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/2). Meskipun rencana revisi itu dikecam oleh masyarakat karena akan melemahkan kewenangan KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia, namun sembilan dari sepuluh fraksi di Baleg DPR menyetujui revisi UU KPK untuk dilanjutkan ke Sidang Paripurna dan hanya Fraksi Gerindra yang menolak dengan tegas. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pd/16
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas menunjukkan petisi dari Koalisi Masyarakat Anti Korupsi yang menolak revisi UU KPK dalam rapat pleno mengenai kelanjutan revisi UU KPK di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/2). Meskipun rencana revisi itu dikecam oleh masyarakat karena akan melemahkan kewenangan KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia, namun sembilan dari sepuluh fraksi di Baleg DPR menyetujui revisi UU KPK untuk dilanjutkan ke Sidang Paripurna dan hanya Fraksi Gerindra yang menolak dengan tegas. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pd/16

Pemerintah sudah mewanti-wanti agar revisi UU KPK di DPR tidak lebih dari 4 poin yang diusulkan 6 fraksi. Tapi, ternyata poin perubahan bertambah. Penambahan itu dibacakan oleh Ketua Panja Harmonisasi Revisi UU KPK Firman Soebagyo saat rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (10/2). Perubahan itu disepakati dalam rapat panja secara tertutup. “Pasal 32 ditambahkan keten­tuan bahwa ‘Pimpinan KPK yang me­ngun­durkan diri dilarang menduduki jabatan publik’,” kata Firman saat rapat.

Hasil panja ini termasuk yang dise­tujui di rapat pleno Baleg. Se­banyak 9 fraksi setuju untuk melanjutkan pembahasan revisi UU KPK ke paripurna DPR. Draf yang dibawa adalah yang sudah berisi penambahan. Berikut adalah poin-poin perubahan tambahan di revisi UU KPK: Pasal 32 ayat 1 huruf c ditam­bahkan ketentuan pemberhentian tetap pimpinan KPK yang dijatuhi pi­dana berdasarkan putusan pe­ngadilan yang telah memperoleh ke­kuatan hukum tetap.

Pasal 37D, tugas dewan pe­ngawas ditambah yakni: Mem­berikan izin penyadapan dan pe­nyitaan, serta menyusun dan mene­tapkan kode etik pimpinan KPK Pasal 37D, dalam memilih dan meng­angkat dewan pengawas, presiden membentuk panitia seleksi Pasal 37E, ditambahkan 1 ayat de­ngan rumusan “anggota dewan penga­was yang mengundurkan diri dilarang menduduki jabatan publik”
Pasal 40 mengenai SP3, pem­berian SP3 harus disertai alasan dan bukti yang cukup dan harus dila­porkan pada dewan pengawas, serta dapat dicabut kembali apabila ditemukan hal-hal baru yang dapat mem­­batalkan alasan penghentian per­kara Pasal 43n ditambah ke­tentuan bah­wa pimpinan KPK dapat mengangkat penyelidik sendiri sesuai dalam persyaratan dalam undang-undang ini.

Pasal 45, ditambah ketentuan bah­wa pimpinan KPK dapat mengangkat penyidik sendiri sesuai persyaratan dalam undang-undang ini.Pasal 47A dalam keadaan mendesak, penyitaan boleh dilakukan tanpa izin dari dewan pengawas terlebih dahulu

9 Fraksi DPR Setuju Revisi
Sebelumnya, sembilan fraksi menyetujui revisi UU KPK untuk dilanjutkan ke tahap selanjutnya, yaitu menjadi usul inisiatif DPR dan ditetapkan di paripurna. Hanya Fraksi Gerindra yang menolak.

Pengambilan keputusan dilakukan dalam rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (10/2). Masing-masing fraksi membacakan sikapnya.
“Hanura setuju dengan perubahan UU KPK,” kata anggota F-Hanura Rufinus Hutauruk.

Pernyataan setuju juga datang dari Golkar yang dibacakan oleh Dadang S Mochtar. Begitu pula dari Fraksi PDIP yang diwakili Hendrawan Supratikno. “Fraksi PDIP menyatakan setuju agar revisi UU KPK dilanjutkan di pembahasan selanjutnya,” ucap Hendrawan.

Gerindra yang mendapat giliran keempat menyatakan tegas menolak revisi UU KPK. Sikap ini konsisten sejak awal revisi UU KPK bergulir. “Empat item revisi UU KPK mengkebiri peran KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi. Gerindra meminta revisi UU KPK dihentikan karena melukai hati rakyat,” kata anggota Baleg dari F-Gerindra, Aryo Djojohadikusumo. Hanya Gerindra yang menolak. Fraksi-fraksi berikutnya tetap setuju revisi UU KPK, termasuk Fraksi Partai Demokrat.

“Catatan penting Fraksi Partai Demokrat bahwa tiap UU ada masa berlakunya sesuai konteks dan zamannya. Tidak ada UU yang tidak bisa dilakukan perubahan. UU bukan kitab suci,” kata anggota F-PD Khatibul Umam Wiranu. “Dengan istikharah, FPD setuju revisi UU,” tegasnya.

PKB menyatakan dukungan lewat pernyataan yang disampaikan anggota F-PKB Irmawan. Anggota F-PAN Ammy Amaliya Fatwa Surya menyatakan bahwa PAN menolak revisi UU KPK yang melemahkan KPK, tapi menerima hasil harmonisasi yang berlanjut ke paripurna. “PAN sangat menentang revisi UU KPK yang melemahkan pemberantasan korupsi. PAN menerima pengharmonisasian panja soal revisi UU KPK,” ungkap Amalia.

Persetujuan juga diberikan oleh F-PKS yang memberikan catatan tambahan soal posisi pimpinan KPK dan lain-lain. “Fraksi PKS setuju revisi UU KPK,” kata anggota F-PKS Almuzzammil Yusuf.
Perwakilan F-PPP Arsul Sani menyatakan tidak keberatan dengan revisi UU KPK. Begitu juga perwakilan Fraksi NasDem Sulaeman.

Usai 10 fraksi menyampaikan pandangan, Ketua Baleg Supratman pun mengambil kesimpulan. “Ada 9 fraksi yang menyatakan setuju pembahasan dan 1 fraksi yang menolak. Apa dapat disetujui untuk diproses lebih lanjut sesuai mekanisme?” tanya Supratman. “Setuju,” jawab anggota Baleg. Dengan mayoritas fraksi setuju, maka revisi UU KPK ini akan dibawa ke paripurna untuk menjadi usul inisiatif DPR. Baru setelah itu, pemerintah berpartisipasi dengan mengirimkan surat Presiden. (dtc/ozc)

Close Ads X
Close Ads X