Pemerintah akan Bagi-bagi Sapi Gratis

Pedagang menggelar sapi dagangannya di Pasar Keppo, Pamekasan, Jatim, Sabtu (28/11). Pemerintah Provinsi Jawa Timur membentuk sentra peternakan rakyat (SPR) di Pulau Madura guna meningkatkan produksi daging sapi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging masyarakat. ANTARA FOTO/Saiful Bahri/15
Pedagang menggelar sapi dagangannya di Pasar Keppo, Pamekasan, Jatim, Sabtu (28/11). Pemerintah Provinsi Jawa Timur membentuk sentra peternakan rakyat (SPR) di Pulau Madura guna meningkatkan produksi daging sapi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging masyarakat. ANTARA FOTO/Saiful Bahri/15

Jakarta| Jurnal Asia
Kementerian Pertanian (Kementan) mulai tancap gas mengatasi defisit produksi daging sapi nasional. Salah satunya dengan mencanangkan 500 Sentra Peternakan Rakyat (SPR) untuk memberdayakan petani yang memiliki ternak.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Muladno mengatakan, para petani yang nyambi jadi peternak akan diberikan sapi betina secara gratis dari pemerintah. Namun, pembagian sapi akan dilakukan mulai tahun depan dengan skema kemitraan.

“Nggak dibagikan secara percuma, penyakitnya petani itu kalau dikasih (sapi) dianggapnya dapat durian runtuh. Nanti dijual lagi tahun depannya. Satu petani dapat 2 ekor indukan, tapi hanya dipinjami saja,” jelas Muladno dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (9/12).

Istilah sapi pinjaman, kata Mu­ladno, mengarah pada skema kemitraan antara peternak kecil dengan pihak lain yang memiliki modal cukup yang berperan sebagai penjamin sapi. “Supaya aman sapi tak dijual, harus ada mitra sama seseorang yang kesejahtraannya cukup. Nanti yang penjamin skemanya kasih gaji Rp 1 juta per bulan, Rp 700 ribu untuk peternak, Rp 300 ribu untuk ternaknya, termasuk buat asuransinya, jadi sapi terlindungi misal kemalingan,” terang Muladno.

Nantinya, setelah sapi yang diternakan peternak melahirkan anak sapi, baru ada bagi hasil dengan kedua belah pihak. “Pas melahirkan bagi hasilnya 60% untuk peternak, dan 40% untuk pemodal. Jadi kedua pihak sama-sama untung setelah melahirkan, dan dipelihara setahun. Sapi hanya pinjaman saja,” kata Muladno.

Dalam program SPR ini, Ke­mentan memberikan syarat ke­pada desa penerima sapi jika minimal memiliki populasi 1.000 sapi, dengan minimal 500 orang peternak, baik sapi potong maupun sapi perah.

Masih Sulit
Muladno mengakui, hingga saat ini target swasembada daging sapi masih sulit terealisasi karena keterbatasan anggaran. Dia mencontohkan, alokasi anggaran untuk proyek pengembangan SPR pun masih terbatas. Sehingga, upaya mengurangi defisit daging impor yang saat dipenuhi dari impor masih sulit dilakukan.

“Dana per SPR Rp 2 miliar saja per tahun. Padahal satu SPR paling tidak dikembangkan 1.000 sapi. Pemerintah hanya kasih suntikan sekitar 200 ribu ekor sapi setahun ke peternakan (rakyat),” jelas Muladno.

Muladno mengatakan, me­ngingat keterbatasan anggaran, tahun depan kemungkinan baru sekitar 50 SPR yang disetujui dari target awal sebesar 500 SPR. “Makanya lewat SPR ini kita ingin berikan ke peternak yang benar-benar terpilih, dan sapinya juga harus terpilih. Sehingga sedikit tapi harus optimal,” katanya.

Menurut Muladno, impian me­ngin­tegrasikan peternak-peternak rakyat skala kecil pada industri peternakan besar masih jauh tahapannya. “Harus 3 komponen dulu, pe­merintah, perguruan tinggi, dan peternak. Kalau chemistry sudah terbangun ketiganya, baru bisa bisnis dengan swasta, kita lagi bikin mushalanya dulu dengan SPR, agar istilahnya peternak-peternak ini mau jamaah,” ujar Muladno.

Para pemilik sapi yang mayoritas hanya petani yang menyambi peternak ini, kata Muladno, tak memiliki orientasi bisnis dan jalan sendiri-sendiri. Sehingga penyatuan peternak-peternak kecil jadi salah satu solusi yang paling realistis.

“Sayangnya yang dominan orang yang punya sapi lulusannya hanya SD-SMP. Cekak pengetahuan, cekak wawasan, informasi terkini nggak sampai, pengelolaannya nggak standar. Bagaimana ini bisa jadi bisnis secara berjamaah,” tambahnya.

Muladno menambahkan, selama ini program-program penambahan populasi sapi Kementan belum banyak menyentuh peternak yang skalanya kecil tersebut. “Selama ini yang dikerjakan pemerintah langsung kerjakan ternaknya, tapi tidak garap peternaknya. Dengan SPR kita buat cerdaskan peternaknya dulu,” tutup Muladno.
(dc/ant)

Close Ads X
Close Ads X