Gatot-Evy Ajukan Jadi Justice Collaborator Janji Buka Borok Erry dan Penerima Bansos

Jakarta | Jurnal Asia
Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan istri mudanya, Evy Susanti, mengajukan diri sebagai Justice Collaborator (JC). Mereka menyetujui persyaratan akan membongkar kasus suap DPRD Sumut terkait pembahasan APBD dan penggagalan interpelasi. KPK pun berpeluang akan menerima jika keduanya bersedia membeber siapa-siapa terlibat aliran dana bansos Pemprovsu. “Benar, Gatot dan Evy menga­ju­kan diri sebagai JC,” kata Plt Pim­­pinan KPK, Johan Budi, Jumat (27/11).

Surat permohonan JC Gatot dan Evy disampaikan kemarin. Saat ini, su­rat sudah berada di meja para pim­pinan KPK untuk selanjutnya diba­has apakah akan disetujui atau tidak. Dalam permohonannya, Gatot dan Evy bersedia untuk membuka para anggota DPRD Sumut yang menerima uang panas darinya. Gatot kepada penyidik telah menyebut, tak hanya 5 orang dari pihak DPRD Sumut yang menerima suap darinya, termasuk dugaan keterlibatan Plt Gu­bernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi.

Bila JC dikabulkan, maka Gatot dan Evy akan mendapatkan keuntungan, salah satunya tuntutan hukuman untuk keduanya akan diperendah. Namun, Gatot rupanya telah menyampaikan keinginannya ke penyidik bahwa dirinya ingin diadili di Pengadilan Tipikor Medan.

Ada beberapa syarat yang ha­rus dipenuhi Gatot dan Evy un­tuk menjadi JC, yakni mengakui telah memberi suap pada para anggota DPRD Sumut, kooperatif se­lama proses penyidikan, dan mau membuka keterlibatan pihak lain dalam kasusnya. Informasi yang didapat, Gatot dan Evy sudah me­nyetujui untuk memenuhi tiga syarat itu. Terkait hal ini juga diamini pe­nga­cara Gatot.

“Iya (mengajukan JC) tapi tidak lewat saya. Beliau membuat surat sendiri kira-kira tiga hari lalu. Sebenarnya sudah lama ingin jadi JC, tapi tidak tahu kok baru disampaikan sekarang,” kata pengacara Gatot, Yanuar Wasesa, Jumat (27/11).

Yanuar mengaku tidak tahu alasan utama kliennya mengajukan diri menjadi JC. Namun, dalam kasus suap DPRD Sumut terkait pembahasan APBD dan penggagalan interpelasi, Gatot memang bukan tersangka utama karena ada peran aktif juga dari anggota DPRD Sumut. “Saya tidak tahu soal itu, karena pengajuan JC juga pribadi nggak lewat saya,” jelas Yanuar.

Pemerintahan Terganggu
Presiden Jokowi memerintahkan pembagian dana bantuan sosial (bansos) harus transparan dan akuntabel. Usai rapat mengenai dana bansos, Seskab Pramono Anung kemudian menyatakan pemerintah tak ingin kasus dana bansos seperti di Sumatera Utara terulang.

“Pertama adalah jangan memberikan kesempatan ruang abu-abu kepada kepala daerah atau institusi di bawah pemerintahan ini, supaya mereka bisa bermain-maim. Sebab kasus-kasus di beberapa daerah terutama di Sumut, memang membuat pemerintahan terganggu,” ujar Pramono di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (27/11).

Seperti diketahui, Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho menjadi tersangka terkait dengan dana bansos. Hingga kini proses persidangan masih berlanjut. Maka dari itu, harus ada ketegasan aturan mengenai dana bansos. Terutama aturan mengenai pelaporan.

“Kedua, harus ada akuntabilitas. Uang yang akan diberikan harus ada laporannya. Selama ini kan enggak seperti itu. Seakan-akan dana ini diberikan dan sudah tidak ada urusan dengan pemerintahan pusat,” imbuh Pramono.

Aturan ini akan diubah secara mendasar sehingga dana bansos tak lagi menjadi instrumen politik. Terlebih lagi sejumlah daerah akan menghadapi Pilkada serentak pada 9 Desember 2015.
“Presiden dan Wapres meminta kepada kami, Seskab, untuk menginventarisasi dana-dana tersebut dan membuat standarisasi,” ungkap Pramono.

Ajib Shah Bantah Jadi Otak Peminta Uang
Ketua DPRD Sumut, Ajib Shah disebut sebagai pihak yang paling aktif meminta uang ke Gatot Pujo Nugroho untuk menggagalkan wacana interpelasi. Ajib membantah menjadi otak peminta uang ke Gatot. “Saya nggak tahu, tanya ke penyidik saja,” kata Ajib usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (27/11).

Ajib terus bungkam meski diberondong pertanyaan terkait peran aktifnya yang meminta uang ke Gatot. Pengacara Ajib, Misbah, juga tak mau menjawab soal peran aktif kliennya dalam kasus ini. “Pertanyaan penyidik belum sampai ke situ, nanti saja lah ya,” tutur Misbah.

Sumber di KPK menyebutkan beberapa anggota DPRD Sumut 2014-2019 meminta sejumlah uang untuk mendinginkan tuntutan interpelasi. Ketua DPRD Sumut Ajib Shah menjadi penghubung beberapa anggota Dewan dengan Gatot. “Si ketua DPRD inilah yang aktif pembicaraannya,” ucap sumber tersebut.

Pertemuan tersebut diawali dengan basa-basi politik mengenai tugas dan kewenangan masing-masing. Namun ujung pembicaraan adalah soal uang. Beberapa anggota DPRD Sumut sepakat minta duit Rp 20 miliar sebagai uang tutup mulut.

Keinginan ini tidak dapat dipenuhi. Gatot hanya mampu menyediakan Rp 12 miliar. Uang itu diambilkan dari beberapa pos satuan kerja pemerintah daerah (SKPD). Sumber itu enggan memberikan perincian tentang pembagian uang. Hanya, penghadangan interpelasi itu menghabiskan dana Rp 800 juta. Sisanya entah ke mana. “Ada otaknya, ada duitnya yang mengalir ke DPRD, tapi kecil,” tuturnya.

Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi memperpanjang masa penahanan empat bekas anggota DPRD Sumatra Utara yang dijerat kasus suap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan penolakan hak interpelasi. Keempatnya adalah Saleh Bangun, Sigit Pramono, Chaidir Ritonga, dan Ketua DPRD Sumut Ajib Shah.

“Tersangka CHR (Chaidir Ritonga), SPA (Sigit Pramono Asri), AJS (Ajib Shah), dan SB (Saleh Bangun) diperpanjang masa tahanannya selama 40 hari sejak 30 November 2015,” kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, Jumat (27/11).

Keempat orang tersebut telah ditahan sejak 10 November. Saleh ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan, Chaidri mendekam di Rutan Polda Metro Jaya, Ajib menghuni Rutan Klas I Salemba Jakarta Pusat, dan Sigit tinggal di Rutan Polres Jakarta Pusat.

Duit kecil ini pun tetap berhasil membendung interpelasi pada pertengahan Agustus 2015 itu. Sutrisno mengaku pihak yang hengkang di tengah rapat paripurna tak mendapat informasi lebih lanjut tentang nasib interpelasi. Namun bau busuk pembagian uang masih tercium tajam setelah interpelasi redam.

Adapun empat tersangka penerima uang Gatot yakni Ajib Shah (Ketua DPRD Sumut), Saleh Bangun (anggota DPRD 2014-2019), Chaidir Ritonga (Wakil ketua DPRD 2009-2014 dan anggota DPRD 2014-2019) dan Sigit Pramono Asri (Wakil Ketua DPRD Sumut 2009-2014), hari ini diperpanjang masa penahanannya.

Bansos Rp100 Triliun
Presiden Joko Widodo memimpin rapat penyaluran dana bantuan sosial (bansos) yang dilakukan sejumlah kementerian, di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (27/11). Jokowi meminta penyaluran dana bansos dilakukan tepat sasaran dan transparan.

Jokowi mengungkapkan, total dana bansos di seluruh kementerian mencapai Rp 100 triliun. Ia ingin dana sebesar itu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sosial dan menjaga daya beli masyarakat.

“Tujuan utama dari kemungkinan terjadinya risiko sosial dan meningkatkan daya beli masyarakat,” kata Jokowi, saat membuka rapat tersebut. Jokowi melanjutkan, dirinya ingin agar belanja dana bansos tidak tercampur antara belanja sosial dengan belanja barang. Karena itu, dia meminta perencanaannya dilakukan matang, transparan, dan akuntabel.

“Tentu saja mekanisme pencairannya dilakukan secara transparan, akuntabilitasnya juga harus terjaga sehinga perlu dibuat aturan jika memang diperlukan,” ucap Presiden.
Anggaran dana bansos saat ini tersebar di sejumlah kementerian, seperti Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan lainnya.

Dalam rapat tersebut hadir Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sejumlah menteri juga hadir, di antaranya Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Sementara itu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pihaknya menyalurkan dana bantuan sosial (Bansos) melalui sistem transfer guna peyalahgunaan anggaran.

“Seluruh Bansos dari Kemensos itu cash transfer, tidak ada fresh money, jadi kalau cash transfer pasti akuntabilitasnya relatif terjaga. Kalau fresh money kemungkinan akan dipotong di tengah jalan,” ujar Khofifah di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (27/11).

Sementara untuk kementerian lainnya, Khofifah mengatakan masih dicari formula yang tepat. “Kalau dari berbagai kementerian lembaga yang lain ini yang sedang dicari formatnya, ada di kementerian yang cukup banyak berubah menjadi bantuan pemerintah, ada yang menjadi belanja barang, kemudian ada yang berubah menjadi hibah,” sambungnya.

Pada tahun 2015, Khofifah menjelaskan, besaran anggaran Bansos mencapai Rp100,3 triliun. “Untuk tahun 2016 turun menjadi Rp50 triliun. Tetapi bantuan pemerintah naik dari Rp33 triliun menjadi Rp50 triliun. Jadi beberapa terminologi dari Bansos menjadi bantuan pemerintah atau mungkin akan menjadi hibah ini yang sedang disiapkan Menteri Keuangan,” terangnya. (dtc/bs/oz)

Close Ads X
Close Ads X