BI Waspada Renminbi Dijadikan Special Drawing Rights

Jakarta | Jurnal Asia
Bank Indonesia (BI) meminta seluruh pihak secara seksama menyikapi wacana masuknya mata uang China, Renminbi sebagai aset cadangan internasional atau Special Drawing Rights (SDR).
Gubernur BI Agus Mar­to­wardojo mengatakan, wacana ini perlu diwaspadai lantaran jika nantinya pengaruh Renminbi dinilai terlalu kuat, maka bank sentral China berpotensi akan kembali melakukan devaluasi terhadap mata uanganya.

Ini mengingat dengan ma­suknya Renminbi ke dalam SDR akan mengakibatkan pada ber­tam­bahnya satu mata uang yang diakui internasional sebagai kurs referensi. “Kalau nanti renminbi masuk di situ, tentu harus dikelola lebih independen dan menunjukkan mata uang renminbi akan lebih merefleksikan ekonomi dari China dan hubungan dagangnya dengan dunia internasional,” jelas Agus di Jakarta.

Agus mengatakan, dengan masuknya renminbi ke dalam SDR juga dapat membuat bank sentral Negeri Tirai Bambu tersebut melakukan kebijakan yang bisa mempengaruhi per­gerakan pasar valuta asing dunia. Pasalnya, bank sentral China berpeluang melakukan devaluasi menyusul terbebaninya neraca perdagangan negar ter­sebut.

“Sehingga jika ada tekanan ke renminbi, maka akan ber­pe­ngaruh ke ekonomi du­nia. Kami sud­ah melihat itu dan kami harus waspada jika renminbi menjadi SDR. Jika renminbi dilihat terlalu kuat dibandingkan dengan yang lain, maka pemerintah China bisa saja melakukan penyesuaian nilai dan berpengaruh terhadap pasar uang dunia,” jelasnya.

Sebelumnya, sempat terjadi babak baru perang mata uang yang diciaptakan oleh People’s Bank of China setelah me­mu­tuskan untuk memangkas nilai ren­minbi sebesar 1,9 persen.
Bank sentral China tersebut menyatakan langkah itu adalah depresiasi renminbi yang bakal dilakukan satu kali saja, sebagai upaya reformasi pasar bebas.

Alih-alih upaya reformasi, lang­kah tersebut lebih dipan­dang semata-mata untuk men­dongkrak daya saing produk ekspor China. Ini lantaran ekspor China anjlok lebih dari 8 persen di bulan Juli.

Tak cuma itu, terdapat pan­dangan lain kenapa China me­mangkas nilai renminbi. Sa­lah satunya adalah agar mata uang tersebut bisa bersaing dan ma­suk ke dalam jajaran SDR pilihan Da­na Moneter In­ter­nasional (IMF).

Kendati berwaspada, Agus mengaku tetap menyambut baik rencana masuknya renminbi ke dalam keranjang SDR. Ini lantaran hubungan dagang an­tara Indonesia dan China cukup be­sar. “Kebetulan, untuk Indonesia, kan hubungan dagang kita dan China cukup besar. Kita ada impor US$ 40 miliar, sedangkan ekspor cuma US$ 14 miliar, jadi ada defisit,” jelas Agus.

Seperti diketahui, saat ini keranjang SDR diisi oleh Euro, Yen, Dolar Amerika Serikat (AS), dan Poundsterling. Pun dipilhnya empat mata uang asing tadi segai SDR karena nilai mereka memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi pasar dunia.

Menyusul langkah bank sen­tral China yang akan me­ma­sukan Renminbi ke dalam SDR pada 12 Agustus 2015 tersebut, bursa saham dan pasar keuangan dun­ia sempat mengalami kejutan kontraksi. Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambruk 3,01 persen saat itu, sementara Rupiah sempat me­nyen­tuh level Rp 13.900 per dolar AS. (cnn)

Close Ads X
Close Ads X