BI Optimistis RUU JPSK Rampung Akhir 2015

Jakarta | Jurnal Asia
Bank Indonesia (BI) optimistis jika penyelesaian pembahasan Rancangan Undang-undang Jaring Pengaman Sistem Ke­ua­ngan (RUU JPSK) akan di­se­le­saikan sebelum akhir 2015 ini. “Saya rasa sebelum akhir tahun sudah selesai (RUU JP­SK),” kata Gubernur BI Agus Martowardojo, ditemui di Kan­tor Kementerian Keuangan (Ke­men­keu), Jakarta Pusat, Jumat (27/11).

Agus menjelaskan, finalisasi mengenai pengambil keputusan dalam menangani bank ber­ma­salah terus diselesaikan da­lam diskusi oleh pemerintah ber­­­sama dengan Komisi XI De­wan Perwakilan Rakyat R­e­publik Indonesia (DPR RI).

Dirinya menambahkan, per­soalan penentuan keputusan apa­kah bank bermasalah dipu­tuskan oleh Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) atau berada di tangan Presiden merupakan keputusan politik yang ditentukan di Komisi XI DPR RI.

“Itu nanti hasil diskusi dari pemerintah dengan Komisi XI DPR. Jadi, apakah itu akan diputuskan di FKSSK atau di Presiden. Itu nanti diskusi dan keputusan politik di situ,” jelas dia.
RUU JPSK terdiri dari 12 bab dan 51 pasal yang mencakup asas, penyelenggaraan jaring pe­ngaman sistem keuangan, ko­mite stabilitas sistem ke­ua­ngan serta pemantauan dan pe­meliharaan stabilitas sistem keuangan.

Selain itu, ikut termasuk pe­­nanganan permasalahan sta­bi­litas sistem keuangan, pe­nanganan pemasalahan bank, in­sentif dan atau fasilitas da­lam pe­nanganan sistematik, pen­da­naan, pertukaran data dan informasi, akuntabilitas dan pelaporan, serta ketentuan lain-lain, peralihan dan penutup.

Secara keseluruhan, pokok-pokok pemikiran dan ruang lingkup JPSK meliputi koordinasi pemantauan dan pemeliharaan stabilistas sistem keuangan, penanganan kondisi tidak normal serta penanganan permasalahan bank, baik dalam kondisi ke­uangan stabil dan normal mau­pun tak normal.

Beberapa hal baru yang dia­­jukan dibandingkan draf RUU JPSK lama antara di­hi­lang­­kan­nya pasal imunitas, fo­kus pe­na­nganan krisis hanya ter­­hadap sektor perbankan, pe­nentuan bank berdampak sis­te­mik dalam kondisi normal dan upaya minimal penggunaan da­na publik dalam penyelamatan bank.

Sebelumnya, Ketua Ko­misi XI Fadel Muhammad meng­ung­kapkan, salah satu fokus utama dalam pembahasan RUU JPSK adalah masalah tanggung jawab ketika krisis. Menurut dia, Presiden harus dilibatkan sebagai penanggungjawab pe­nanganan krisis. “Harus ada Presiden. Kalau ada apa-apa Presiden yang tanggung jawab. Presiden yang katakan darurat,” ujar Fadel beberapa waktu lalu.

Perbedaan Persepsi
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan ma­sih ada perbedaan persepsi an­tara pemerintah dan DPR da­lam pembahasan Rancangan Undang-undang Jaring Pe­nga­man Sistem Keuangan (RUU JPSK). “Ini hanya perbedaan per­sepsi, tapi tidak ada yang bisa menghambat (penetapan) RUU ini,” katanya di Jakarta, Jumat (27/11).

Menkeu menjelaskan, sa­lah satu perbedaan persepsi ter­sebut terkait pasal mengenai hak Presiden yang mengambil keputusan akhir soal kondisi krisis, yang sedang diusulkan masuk dalam draf RUU JPSK. “Presiden hanya penentu utama yang menetapkan, ka­rena kalau kondisinya darurat seharusnya Presiden. Itu lo­gi­kanya,” ujarnya. (mtv/ant)

Close Ads X
Close Ads X