RI Masih 100 Persen Impor Rel Kereta Api

Jakarta | Jurnal Asia
Rel adalah kompoenen pen­ting dalam beroperasinya sebuah kereta. Tanpa landasan baja ini, sehebat apa pun sebuah kereta tak bisa berfungsi. Indonesia sebagai negara pengguna mo­da transportasi kereta, tak memiliki satu pun industri yang memproduski Rel.

Demikian disampaikan Direk­tur Sarana Perkeretaapian Di­rektorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Yu­gi­hartiman dalam acara se­minar berjudul Seminar na­sional Industri Penunjang Perkeretaapian di Crowne Plaza, Jakarta, Rabu (25/11). “Belum ada industri yang bikin (produksi rel kereta). Kita masih impor dari Tiongkok, Jepang, dan Eropa Timur,” kata Yugi.

Kalangan usaha masih eng­­gan menggarap industri ini karena mereka belum mendapat kepastian perihal keberlangsungan pembangunan kereta di tanah air. Apa lagi, pembuatan rel kereta adalah industri skala besar yang me­libatkan volume bahan baku dan produksi dalam jumlah yang sangat besar. Sehingga membutuhkan ke­pastian pasar. “Nanti kalau dibuat, tapi tidak ada pasarnya, susah juga,” sambungnya.

Dampak dari ketergantungan impor, peningkatan kualitas rel yang ada pun masih belum bisa dilakukan menyeluruh. Saat ini masih banyak rel kereta di Indonesia yang merupakan peninggalan Belanda dengan spesifikasi yang sudah usang.

Rel kereta peninggalan zaman Belanda, memiliki spesifikasi R33 atau rel yang setiap potongnya memiliki berat 33 kg. Rel ini memiliki ukuran yang relatif kecil. “Sehingga tidak bisa digu­nakan untuk kereta api berkecepatan tinggi,” jelas Yugi.

Di zaman seperti saat ini, Indonesia membutuhkan rel dengan spesifikasi yang lebih tinggi. Yugi menyebut, yang dibutuhkan Indonesia adalah rel dengan spesifikasi R54. Rel jenis ini sudah mulai digunakan. Misalnya untuk jalur rel ganda lintas Jawa, sebanyak 80-90% sudah menggunakan rel spesifikasi R54 yang berasal dari impor. “Hanya beberapa lintas cabang yang masih menggunakan rel lama,” kata Yugi.

Latar belakang ini membuat Pemerintahan Presiden Joko Widod (Jokowi) giat mendorong berbagai pengembangan perkeretaapian dari mulai Kereta Api, Monorail, Kereta Ringan alias LRT hingga kereta cepat. Bukan hanya di Pulau Jawa, tetapi mulai dibuat rintisanya di berbagai pulau di Indonesia. “Sampai 2019 ada Trans Sumatera, Kalimantan dan Pa­pua. Investasi di atas Rp 300 triliun dalam pengembangan infrastruktur,” katanya.

Dengan cara ini, diha­rapkan ada stimulus bagi kalangan Industri untuk mau menggarap industri penunjang per­keretaapian terutama rel kereta karena melihat kese­riusan pemerintah yang mau membangun kereta api secara besar-besaran. Contoh proyek kereta yang memakai rel impor adalah Trans Sulawesi. Jalur kereta api rute Trans Sulawesi Makassar-Pare Pare panjang 145,23 km. (Dtf)

Close Ads X
Close Ads X